JAKARTA, REPORTER.ID – Keputusan perpanjangan PPKM Darurat yang disampaikan Presiden Jokowi hingga 25 Juli 2021 ini harus direspons serius oleh seluruh pihak. Mulai dari pemerintah daerah, penegak aturan di lapangan, hingga masyarakat luas yang terkena dampak kebijakan.
“Lima hari ke depan adalah masa-masa krusial yang menentukan apakah Indonesia bisa cepat keluar dari Gelombang Kedua Covid-19 atau tidak,” kata Ketua DPR RI, Puan Maharani, di Jakarta, Rabu (21/7/2021).
Karena itu kata Puan, penegakan PPKM Darurat 5 hari ke depan justru harus semakin ketat. “Ibarat ujian sekolah, 5 hari ke depan adalah ujian penting yang harus kita sikapi dengan disiplin belajar yang ketat, supaya mendapat hasil baik setelahnya. Bukan malah kendur,” jelas alumnus Universitas Indonesia ini.
Menurut Puan, rencana pelonggaran pembatasan sosial pada 26 Juli 2021 jika tren penularan menurun, seperti yang disampaikan Presiden Jokowi, jangan dijadikan alasan aparat pemerintah untuk melonggarkan penegakan aturan PPKM Darurat di lapangan.
“Begitu juga masyarakat, jangan dijadikan alasan untuk megendurkan protokol kesehatan. Jika itu yang terjadi, kondisi penularan pasti akan sangat mengerikan, dan PPKM Darurat selama ini diberlakukan akan berujung sia-sia,” tambahnya.
Dikatakan, lima hari krusial ke depan ini juga harus disikapi pemerintah dengan menyajikan data-data kasus penularan yang riil dengan memperbanyak jumlah testing dan tracing di lapangan. Sebab, seperti disampaikan Pak Jokowi, rencana perlonggaran 26 Juli 2021 akan sangat bergantung pada turunnya angka penularan. “Kita tentu tidak mau karena data yang salah, kebijakan pelonggaran justru akan semakin memperparah keadaan,” ungkap Puan.
Selain itu, Puan juga mendorong pencairan bantuan pemerintah agar cepat ke tangan masyarakat. “Kalau bantuan sudah di tangan, masyarakat akan cenderung membatasi mobilitasnya keluar rumah,” pungkasnya.
Kompak
Perpanjangan PPKM ini menurut anggota Komisi VI DPR RI Sonny T. Danaparamitha (FPDI-P), Covid-19 adalah badai yang sama yang tidak mengenal unsur apapun, sehingga masyarakat harus kompak menghadapi hal itu, terlebih dalam PPKM Darurat ini.
“Sebagaimana yang saya katakan, bahwa Covid 19 tidak mengenal SARA. Untuk menghadapinya kita perlu kerja sama. Badai yang kita hadapi tidak berbeda. Kita harus kompak dalam satu kapal yang sama,” kata Sonny.
Politisi Partai Golkar ini menerangkan, meskipun kebijakan ini akan berdampak dan menambah beban masyarakat menjadi lebih berat, namun demi terputusnya mata rantai penyebaran Covid-19 hal ini harus didukung semua pihak. Ia berharap kebijakan pahit ini dapat menjadi obat mujarab untuk memusnahkan Covid-19.
“Pemerintah telah mengatakan bahwa meskipun kebijakan ini sangat berat, namun harus dilakukan demi mengurangi penularan dan menurunkan jumlah pasien yang harus ke rumah sakit. Tentang hal ini, kita semua sudah menyaksikan bagaimana situasi rumah sakit di seluruh Indonesia yang sudah kelebihan kapasitas dalam melaksanakan tugas-tugasnya,” ujarnya.
Terkait dengan berjalannya roda perekonomian dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi masyarakat, Sonny menjelaskan, dalam masa perpanjangan ini pasar tradisional dan para pelaku UMKM masih boleh berjualan. Namun demikian, waktu dan pengunjungnya dibatasi serta dilaksanakan dengan prokes yang ketat. Ia menyatakan, nantinya secara teknis pemerintah daerah yang akan mengaturnya.
“Bagi masyarakat yang menjalani isoman, pemerintah telah menyiapkan 2 juta paket obat. Sedangkan untuk masyarakat terdampak, pemerintah juga telah mengalokasikan tambahan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp55,21 triliun,” jelas Sonny.
Terakhir kata Sonny, momen Idul Adha tahun ini harus mengingatkan seluruh masyarakat atas ketauladanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. “Budaya kita agar selalu siap peduli dan berbagi dengan para tetangga sedang diuji. Adab kita yang mengatakan bahwa ada sekian kepemilikan kita yang harus juga diikhlaskan buat sesama juga harus dijadikan sebuah peristiwa yang nyata,” pungkasnya.