Pandemi, Kemerdekaan, dan Aji Candra Birawa

oleh
oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Tiap bulan Agustus yang paling utama bagi bangsa Indonesia tentu saja memperingati Hari Proklamasi RI yang kini telah berulang tahun yang ke-76 pada 17 Agustus 2021. Namun ada pula tanggal lain yang patut diperingati khususnya oleh para penggemar wayang dan pedalangan. Yaitu tanggal 13 Agustus sebagai lahirnya Museum Wayang di Jakarta yang sekarang sudah berumur 46 tahun.

Namun untuk merayakannya terbentur PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sehubungan pandemi Covid 19 yang sudah berjalan 16 bulan ini.
Menyikapi kondisi tersebut Satuan Pelaksana Museum Wayang di bawah Unit Pengelola Museum Seni Jakarta yang dikepalai Sri Kusumawati tak kurang akal.
Ada pepatah Jawa yang berbunyi: Dalang Ora Kurang Lakon.
Yang artinya seorang dalang tidak akan kekurangan cerita.

“Ya …Seorang dalang tidak akan kekurangan akal untuk menyuguhkan cerita yang menarik bagi audiencenya. Biasanya ki dalang memilihkan cerita yang relevan dengan kondisi saat itu. Nggak tahu kalau dalang kerusuhan ya?” kata H Abu Galih, pengamat budaya dan wisata setengah bercanda.
Abu Galih memang sering menonton pergelaran berbagai wayang di Museum Wayang di Kota Tua Jakarta tiap hari Minggu, sebelum pandemi.

Benar adanya. Kepala Satuan Pelayanan Museum Wayang Sumardi juga tidak kurang akal menyiasati larangan berkerumun.
Sebagai dalang dia yang dipanggil Ki Sumardi Kurdo itu tidak mendalang yang harus diiringi karawitan dengan belasan nayaga penabuh gamelan dan lantunan tembang tembang Jawa oleh para pesinden.

Ternyata Sumardi yang juga menjabat Ketua II Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) DKI Jakarta itu menyuguhkan Obrolan Tentang Wayang (OTW) secara virtual mengupas Aji Candra Birawa.
Obrolan tersebut diikuti puluhan peserta para pecinta wayang melalui kanal instagram Museum Wayang maupun youtube.

Diawali pembukaan oleh Intan Cahyanita sebagai pembawa acara mulailah Ki Sumardi Kurdo tentang aji kesaktian yang termasyhur dalam cerita Mahabarata.
“Asal mula Aji Candra Birawa dari selongsong kulit Batara Antaboga, dewa yang berujud ular naga. Selongsong itu tertinggal setelah Antaboga ganti kulit (bahasa Jawa: mlungsungi) tiap 1.000 tahun sekali,” kata Sumardi sambil memegang wayang kulit tokoh yang diceritakan.

Selongsong naga tersebut oleh Betara Guru diciptakan berubah menjadi naga yang mengerikan disebut Candra Birawa. Mahluk ini disuruh menyerang Begawan Bagaspati, pendeta raksasa. Namun Bagaspati dapat mengalahkannya yang akhirnya malahan mengabdi pada Bagaspati.

Candra Birawa ini selain dimiliki oleh Bagaspati juga oleh Prabu Salya. Dengan penguasaan aji Candra Birawa baik Bagaspati maupun Prabu Salya mampu mendatangkan jin raksasa untuk mengawal dan membantunya dalam pertempuran.

“Bila jin raksasa kerdil itu dipukul atau diserang maka dia akan membelah diri menjadi dua. Bila diserang lagi masing masing membelah lagi menjadi dua. Begitu seterusnya sehingga jumlahmya bertambah banyak berlipat ganda menurut deret ukur.
Dengan Aji Candra Birawa maka jin raksasa kerdil itu dapat dipanggil dan berubah menjadi nyata.
Ilmu ini hanya dapat dikalahkan oleh orang yang berdarah putih. Artinya tidak mempunyai nafsu menyerang orang lain. Sebab itulah ketika Prabu Salyapati menjadi panglima perang Kurawa dalam Baratayudha, atas saran Kresna pihak Pandawa menunjuk Yudistira sebagai panglimanya,” ungkap Ki Sumardi.

Saat berhadapan di medan laga, Yudistira inipun melepaskan anak panahnya diarahkan ke tanah. Namun memantul ke Prabu Salyapati mengenai dadanya hingga panglima Kurawa itu gugur.
Ternyata Candra Birawa milik Salya tak berani menyerang Yudistira, bahkan takluk dan menyatu pada diri sulung Pandawa tersebut. Apalagi dia memiliki jimat atau jamus Kalimasada yang pada zaman Sunan Kalijaga dimaksudkan dua Kalimat Syahadat..

“Itulah, ibarat Aji Candra Birawa itu Covid 19, tentu ada kelemahannya. Yaitu akan dikalahkan oleh orang yang penyabar, tidak mudah panik, tetapi penuh upaya dan ikhtiar,” pungkas Sumardi.

Pada sesi tanya jawab seorang audience bernama Agnes bertanya. “Kapan Museum Wayang menyuguhkan pergelaran lagi? “.
Pertanyaan yang menceng dari materi yang dipaparkan narasumber ini sebenarnya mewakili sebagian besar pecinta wayang yang mengikuti acara OTW tersebut. Agaknya mereka ingin segera merdeka dari cengkeraman candra birawa model baru yaitu Covid-19.
Menanggapi pertanyaan itu Kepala UP Museum Seni Dinas Kebudayaan DKI Sri Kusumawati menjawab: Tunggu keputusan pemerintah. Ternyata kemarin telah diumumkan oleh Menko Luhut Binsar Panjaitan, PPKM diperpanjang lagi sampai dengan 23 Agustus 2021. Harap bersabar .(Suprihardjo).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *