JAKARTA,, REPORTER.ID – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa (FPKB) dan Hetifah Sjaifudian (F-Golkar) mendukung pemerintah untuk melanjutkan proses pembangunan ibu kota negara (IKN) baru ke Kalimantan Timur (Kaltim). IKN semata untuk pemerataan pembangunan. Sehingga memang harus ada keputusan dan tidak selalu menjadi wacana seperti selama ini.
Demikian yang mengemuka dalam forum legislasi “Quo Vadis RUU IKN” bersama Yayat Supriyatna, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti di Gedung DPR RI, Senayan.Jakarta, Selasa (5/10/2021).
Lebih lanjut Neng Eem mengatakan jika Baleg DPR pasti mendukung. Apalagi Jakarta hampir sudah tidak layak lagi sebagai ibu kota. Selain padat, ancaman tenggelam, banjir, polusi udara, degradasi property, dan sebagainya. Karena itu jika ada aspirasi dari berbagai elemen masyarakat, nanti bisa disampaikan dalam pembahasan dari pasal ke pasal atau dari setiap daftar inventarisasi masalah (DIM) yang ada.
Hanya saja sampai hari ini Surpres RUU IKN itu belum diserahkan oleh pimpinan DPR RI. Lalu, apakah nanti akan dibahas di Pansus atau Baleg, pihaknya belum tahu. Tapi, lebih cepat lebih baik. “Jadi, soal berapa lama atau kapan ada kepastian pindah, itu tergantung pada pembahasan RUU IKN itu di DPR,” ujarnya.
Hetifah juga mengakui jika sebelumnya sudah dibentuk Pansus yang dipimpin oleh Zainudin Amali (Menpora sekarang) untuk membahas wacana IKN tersebut. Tapi, tidak jalan. Dan kini, Surpres RUU IKN ini merupakan terobosan baru yang harus dibahas DPR. “Bahwa RUU IKN ini untuk pemerataan pembangunan agar tidak selalu Jawa sentris. Makanya lebih cepat lebih baik,” kata Waketum DPP Golkar itu.
Menurut Hetifah, design kota IKN itu adalah sebagai perkotaan yang smart city, smart people, diharapkan akan menjadi pusat riset venture dunia, pusat wisata, ekonomi, dan sebagainya yang sudah disambut antusias oleh masyarakat Kaltim.
Karena itu, ia berharap tidak memindahkan masalah Jakarta ke Kaltim. Memang pasti banyak positifnya juga ada negatifnya. “Semua harus diperhitungkan dan dikaji dengan matang dengan melibatkan masyarakat, akademisi, para ilmuwan dan lain-lain. Tentu kita tak ingin ada pembangunan atau proyek yang mangkrak seperti Hambalang. Karenanya setiap DIM harus dikaji dan dikritisi,” tambahnya.
Yang pasti kata Hetifah,
Masyarakat Kaltim setelah ada keputusan Presiden untuk memindahkan IKN itu sontak terjadi defersifikasi ekonomi. Jika dulu hanya berpangku pada tambang dan sawit, tapi sekarang sudah tumbuh penciptaan lapangan kerja baru. Seperti digitalisasi, pariwisata berbasis diving, tumbuh aspek budaya, medicall tourisme, kesehatan, kebugaran, dan lain-lain.
“Bahkan sudah ada 10 anak Kaltim yang digitalisasinya mendunia. Saya harap gagasan yang brilian ini akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang baik atau economic jump di Kaltim,” ungkapnya.
Hanya saja kata Yayat, dalam area seluas 250 ribu ha dan pusat kota di dalamnya seluas 56 ribu ha, DPR dan pemerintah harus hati-hati dalam membahas DIM RUU IKN ini. Dimana ada tiga hal yang mesti diperhatikan; yaitu kapan akan pindah, ibu kota baru yang akan dipimpin oleh Badan Pengelola IKN, dan bagaimana.nasib Jakarta?
Menurut Yayat, kemungkinan dalam ibu kota baru itu akan muncul dua otoritas; yaitu pimpinan badan pengelola dan gubernur Kaltim yang memiliki kedudukan sama dan saling koordinatif. Apalagi jika pimpinan badan pengelola yang bertanggungjawab kepada presiden itu dipilih oleh DPRD dan gubernur yang dipilih langsung oleh rakyat. “Apa tak akan terjadi ngotot-ngogotan?” kata Yayat.
Kemudian, jika Jakarta hanya menjadi ibu kota keuangan, lalu bagaimana nasib aset-aset negara ini apakah akan dilelang? “Jadi, kita tetap butuh IKN yang bagus dan maju. Sehingga membangun itu perlu visi dan misi yang jelas. Karenanya pembahasannya khususnya anggaran itu harus transparan dan kita
tetap optimis untuk kesetaraan pembangunan,” jelas Yayat.