KONVENSI CAPRES GOLKAR SEBUAH KEHARUSAN

oleh
oleh

Oleh :  Muhammad Syukur Mandar

Pemilu 2024 di depan mata. Sebuah keniscayaan bagi Golkar melakukan konsolidasi politik dan konsolidasi  kelembagaan partai untuk menghadapi pemilu 2024 yang telah di depan mata.  Ada pemilu legislatif dan  pemilu presiden yang dilaksanakan secara bersamaan.  Pemilu 2024 ini, semestinya menjadi  momentun yang maha penting bagi  Golkar untuk berbenah, merubah pola konsolidasi kelembagaan, rekonsiliasi kebijakan politik pencapresan dan bekerja dengan gagasan baru sebagai partai politik yang modern. 

Hal ini harus dilakukan oleh Golkar, sebagai tindak nyata  untuk mengembalikan kejayaan Golkar di masa lalu.  Sebab Golkar adalah salah satu partai di Indonesia yang memiliki basis pendukung/pemilih ideologis yang fanatik.  Namun tanpa Golkar sadari, jumlah pendukung/pemilih fanatik itu terus berkurang dari waktu ke waktu, dan hari ini kita bisa lihat, berbagai sumber lembaga survei menyatakan bahwa suara Golkar menurun termasuk elektabilitasnya. 

Pasca Orde Baru, Golkar sekali saja menang pemilu legislatif.  Yaitu pemilu tahun 2004.  Pemilu di masa beratnya Golkar hadapi badai reformasi, tekanan pembubaran Golkar, dan tuduhan Golkar sebagai antek Orde Baru. Semua gejolak politik reformasi kala itu sungguh membuat Golkar tertekan dan terancam posisi politiknya.   Tetapi kegigihan, kecerdasan dan kelihaian Akbar Tandjung sebagai Ketua Umum Golkar kala itu, mampu menyelamatkan Golkar dari badai politik dan bahkan mengantarkan Golkar menjadi partai  pemenang pemilu legislatif  2004.

Salah satu point penting kala itu (pemilu 2004), adalah Partai Golkar mengusung konsep rekruitmen Calon Presiden dan Wapres secara terbuka, transparan dan demokratis.  Proses rekruitmen itu dilakukan melalui mekanisme konvensi. Dan konvensi menjadi alternatif tindakan bagi Golkar untuk keluar dari tekanan publik kala itu.  Bahwa tindakan Golkar menggelar Konvensi  Capres di tahun 2004 tak sia-sia. Langkah konvensi membuat Golkar berhasil keluar dari tuduhan publik sebagai partai oligarki dan anti demokrasi.  

Sebaliknya Golkar mendapatkan insentif politik melalui gelaran Konvensi Capres 2004. Konvensi adalah starting point penting bagi Golkar dan harusnya menjadi role model bagi Golkar dan tentu oleh siapapun yang memimpin/menjadi Ketua Umum Golkar, termasuk AH untuk memposisikan Golkar sebagai partai terbuka (GO PUBLIC). Keberanian Akbar Tadjung yang secara terbuka menggelar konvensi dan mengorbankan dirinya tidak nyampres atau ambil posisi wapres, harus menjadi teladan bagi AH.

Padahal AT punya potensi kala itu jauh lebih besar, bila dibanding potensi AH saat ini untuk nyampres.  AT dinyatakan kalah dari Wiranto dalam konvensi adalah bagi saya cerminan bahwa konvensi Golkar benar benar murni sebagai forum yang mewadahi kepentingan bangsa dan menjaga roh demokrasi.  Konvensi bukan sekedar dilakukan oleh seorang negarawan, tetapi Akbar Tadjung juga adalah penunjuk jalan terbaik bagi Golkar dan demokrasi partai di Indonesia  sepanjang sejarah.

Oleh karena itu bagi saya, menggelar Konvensi Calon Presiden 2024, akan menjadi catatan monumental bagi demokratisasi partai politik dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Dan Golkar adalah satu satunya partai politik pencetus, pelopor sekaligus pembuka jalan bagi terciptanya iklim demokratisasi partai yang baik.  Tentu kita berharap partai politik lainnya juga menjejaki dan membuka diri untuk mendorong proses rekriutmen calon presiden secara terbuka, transparan dan partisipatif.

Konvensi itu memiliki magnet (daya tarik) politik yang sangat kuat pada keberpihakan publik.  Konvensi  diterima publik sebagai jalan tengah dalam rekruitmen Calon Presiden 2024.  Sebab kini oligarki partai politik menjadi virus politik yang amat bahaya bagi demokrasi.  Karenanya akan menjadi tantangan dan dikecam publik, bila oligarki Golkar saat ini terus dipelihara dan ditumbuhkan dalam kepemimpinan AH.

Selain itu sangatlah potensial menghancurkan Golkar dan Golkar juga akan ditinggalkan publik. Sebab oligarki partai jelas jelas musuh besar demokrasi, dan menjadi penyebab rusaknya iklim serta tatanan politik dan demokrasi indonesia.  Karena itu, sekali lagi konvensi  Capres Golkar 2024 menjadi kebutuhan politik bagi Golkar kini dan akan datang.  Golkar akan menjadi partai yang diterima publik dan dimanfaatkan sebagai sarana bagi rakyat untuk menempatkan hak pilihnya dalam setiap pemilu.

Bagi saya, sesungguhnya konvensi bukan sekedar proses seremoni politik belaka. Tetapi konvensi harus sungguh-sungguh dijadikan alat ukur dalam hal  rekruitmen kepemimpinan nasional.  Prosesnya harus terbuka, transparan, partisipatif, serta demokratis.  Calon presiden, Gubernur, Walikota, Bupati,  semua dijaring melalui konvensi, dengan demikian Golkar akan punya andil besar dalam memperbaiki sistem  rekruitmen kepemimpinan nasional  dan menjadi satu satunya partai politik di Indonesia yang dibanggakan.

Artinya bahwa menjelang tahun 2024, Golkar harus keluar dari gaya kepemimpinan AH yang elitis, tidak merakyat, tidak konsolidatif, dan cenderung oligarkis.  Sebab, itu gaya kepemimpinan lama, tidak cocok eranya. Gaya kepemimpinan elitis dan oligarki ala AH itu tepat dipraktikkan dalam sebuah negara yang pemerintahannya menganut prinsip otoritarianisme, di mana partai politik lebih difungsikan sebagai  alat politik penguasa.  

Sekarang ini eranya sudah jauh berbeda, tuntutan parpol untuk terbuka, demokratis dalam rekruitmen sangat kuat disuarakan publik.  Karena itu Golkar harus membuat kebijakan politik yang pro kepentingan publik, jangan kepentingan orang perorang, apalagi pada figur yang daya jualnya rendah/kecil.   AH harus belajar dengan gaya kepeminpinan  Pak Jokowi, sederhana, komunikatif dan suka menyapa rakyat. Jokowi bagi saya adalah pembuka dan pendobrak gaya kepemimpinan elitis. Beliau  pembawa gaya kepemimpinan sederhana dan merakyat.  Dan faktanya gaya Jokowi itu mampu menghantarkan Pak Jokowi menjadi Presiden selama dua periode.

Karena itu Golkar harus  punya gagasan baru sebagai wujud komitmen Golkar untuk berbenah.  Gagasan baru Golkar harus diimplementasikan dengan menghidupkan tradisi demokrasi, satu diantaranya adalah menggelar konvensi rekruitmen Calon Presiden secara terbuka.   

Hemat saya konvensi  harus segera dimulai dari sekarang oleh Golkar. Idealnya konvensi itu mulai digelar dua tahun sebelum pemilu 2024.  Karena proses jalannya mekanisme konvensi harus dirancang secara matang agar memberi efek positif bagi peningkatan elektabilitas Golkar.  Selain itu Konvensi Capres akan menyuplai energi baru bagi Golkar di semua lapisan untuk terlibat bekerja, termasuk para pendukung capres non Golkar yang juga akan ikut bekerja untuk Golkar.

Selain itu ada beberapa alasan mengapa konvensi digelar oleh Golkar untuk pilpres 2024?   Pertama, secara kelembagaan Golkar mulai lemah. Harus diakui bahwa tokoh tokoh potensial Golkar dari pusat sampai ke daerah banyak yang meninggalkan Golkar. Penyebabnya sederhana,  tatakelola partai dan proses pengambilan keputusan Golkar tidak transparan dan tidak demokratis, hal itu membuat kader Golkar makin apatis.  Selain faktor terbukanya berbagai partai di indonesia melakukan rekruitmen dengan cara yang lebih demokratis.

Kedua, AH selaku Ketua Umum Golkar dan  Capres yang diusung Golkar,  tingkat elektabilitasnya tidak membaik sejak kurang lebih 2 tahun ditetapkan sebagai Capres Golkar.  Trend AH yang negatif justru lebih kuat dibandingkan trend positif. Pasar pemilih apatis dan sentimennya negatif. Dia dinilai sebagai figur yang anti demokrasi. Apalagi namanya masuk Pandora Papers. 

Trendnya negatif. Kepemimpinan AH semakin melemahkan posisi Golkar.  Potensinya terlalu kecil bila dipaksakan menjadi Capres Golkar pada Pemilu 2024.  Bahkan, ekstrimnya pandangan saya, Pak AH lebih baik mundur dari jabatan Ketua Umum Golkar dan menyatakan tidak nyapres. Itu akan baik buat kesehatan Golkar ke depan  dan terhormat buat Pak AH. Kalau itu dilakukan, Golkar akan mengenang sikap kenegarawanan AH sepanjang masa.  Salam. (Muhammad Syukur Mandar, Ketua Gerakan Golkar Baru)

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *