Oleh : Gantyo Koespradono
DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu sebulan yang lalu menyepakati jadwal pemungutan suara Pemilihan Umum 2024 dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Itu kesepakatan final. Konstitusional.
Kesepakatan tersebut diputuskan dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Gedung DPR, Senayan.
Palu sudah diketuk. Namun, hari-hari ini beredar pernyataan dengan berbagai dalih bahwa Pemilu 2024 sebaiknya ditunda.
Sejumlah dalih itu di antaranya untuk menjaga stabilitas ekonomi. Dikhawatirkan jika terjadi perubahan kepemimpinan nasional akan mengganggu investasi.
Ada pula yang berdalih Pemilu 2024 perlu ditunda untuk memberikan kesempatan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membereskan dulu pandemi covid-19 hingga tuntas.
Nah, ini yang tidak sedap dan bisa memunculkan konflik horisontal di masyarakat, yaitu untuk memperpanjang masa tugas Presiden Jokowi karena ia dianggap berhasil memimpin dan membangun Indonesia.
Jika Jokowi diganti, dikhawatirkan apa yang sudah dirintis Jokowi tidak akan mampu dilanjutkan oleh penggantinya. Sebuah alasan yang mnurut saya mengada-ada.
Yang terakhir ini menurut saya lebay atau berlebihan. Dengan alasan itu, bahkan ada sementara pihak — antara lain bos lembaga survei Indo Barometer Mohamad Qodari — yang mengusulkan agar jabatan presiden yang sudah diatur dalam UUD 1945 dua periode direvisi menjadi tiga periode.
Lewat perubahan konstitusi (terkait dengan periode jabatan presiden menjadi tiga periode), diharapkan Presiden Jokowi bersedia mencalonkan lagi pada Pilpres 2024.
Terhadap suara-suara itu, berkali-kali Presiden Jokowi menyatakan bahwa ia akan konsisten menghormati konstitusi. Ia akan menaatinya.
Konkretnya, Jokowi akan menjabat presiden sesuai konstitusi. Berdasarkan hasil Pemilu 2014 dan 2019. Dua periode. Ya, dia akan menyelesaikan tugas yang diembannya sebagai presiden sampai tahun 2024. Titik.
Lalu bagaimana dengan partai politik yang secara konstitusi berhak membahas dan memutuskan Pemilu 2024 lanjut atau ditunda?
Partai yang sejak awal konsisten menolak wacana penundaan Pemilu 2024 adalah NasDem.
Saan Mustopa (Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai NasDem) dan Ahmad M Ali, mantan Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI berkali-kali menegaskan bahwa Partai NasDem tetap menghormati keputusan yang telah diambil Pemerintah dan DPR bahwa Pemilu 2024 tetap digelar dan pemungutan suara akan berlangsung pada 14 Februari 2024.
Beberapa hari lalu Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh bahkan merasa perlu menegaskan bahwa tidak ada alasan apa pun untuk menunda Pemilu 2024. Tidak ada perang. Tidak ada bencana berkepanjangan.
Ia mengibaratkan kereta api yang sudah berjalan, “masa harus diberhentikan di tengah jalan?” Selain NasDem, partai lain yang jelas-jelas telah menyatakan tidak setuju pemilu ditunda adalah PDIP, Gerindra, Demokrat dan PKS. Total ada lima.
Sebaliknya dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional serta Golkar. Ketiga partai ini menghendaki Pemilu 2024 ditunda dengan dalih seperti yang telah saya sebutkan di atas. PPP menurut saya masih abu-abu. Belum tegas menolak atau setuju pemilu diundur.
Menurut saya, wacana dan opini Pemilu 2024 ditunda sebaiknya disetop. Ya, dihentikan, sebab sangat tidak produktif.
Bukan tidak mungkin, keinginan-keinginan seperti itu akan memunculkan isu politik yang tidak-tidak dan semakin membuat situasi politik tidak kondusif.
Saya mendengar selentingan kabar (semoga tidak benar) yang menghendaki pemilu ditunda adalah orang dalam Istana. Pegiat media sosial Denny Siregar bahkan menyebut orang dalam itu sebagai brutus (pengkhianat).
Ada pula yang menyebut, ada pejabat tinggi yang telah bermain mata ke beberapa petinggi partai dan menyiapkan dana Rp 5 triliun agar terus menyuarakan wacana penundaan Pemilu 2024.
Jika itu benar, sangat mungkin dana Rp 5 T itu juga mengalir ke media massa yang bertugas mengamplifikasi wacana tersebut. Bahkan disebut-sebut ada lembaga survei yang ketiban rezeki agar surveinya fokus ke penundaan pemilu.
Sekali lagi, saya berharap opini-opini minor tersebut tidak benar. Hoaks. Fitnah. Yuk, kita timbang-timbang lagi. Menunda Pemilu 2024 lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Jadi sudahlah, setop wacana Pemilu 2024 ditunda.
Setop menciptakan virus jabatan presiden lebih dari dua periode. Cukuplah itu di zaman Soeharto. Jangan paksa Jokowi menyebar virus yang membahayakan konstitusi kita. Paham?! (Penulis adalah wartawan senior dan pemerhati masalah social politik)