KETEGANGAN NATO-RUSIA DAN RISIKO ESKALASI NUKLIR

oleh
oleh

Oleh : Ambassador Freddy Numberi

Founder Numberi Center

 

Pengerahan kekuatan Rusia secara besar-besaran ke Provinsi Ukraina Timur Luhansk dan Donetsk telah mendatangkan bencana bagi Ukraina dan Rusia sendiri, karena Presiden Vladimir Putin telah memilih jalan kehancuran dari pada diplomasi.

Hal ini dengan sendirinya meningkatkan ketegangan antara NATO dan Rusia, karena dapat meningkatkan konflik yang lain di Eropa termasuk merusak prospek Perjanjian Nonproliferasi Senjata Nuklir (NPT).

Dalam pidato kemarahan yang mengumumkan keputusannya untuk melakukan agresi militer pasukan Rusia ke Ukraina, Putin mendukung klaim liar, etno-rasialist, yang secara historis tidak akurat bahwa Ukraina bukan negara yang sah.

Putin mengatakan bahwa Ukraina masuk dalam orbit Rusia yang lebih besar dan mengklaim bahwa Ukraina yang condong ke Barat merupakan ancaman bagi Rusia apalagi ada tuduhan bahwa Ukraina berencana membangun senjata nuklir yang diterima dari AS.

Petualangan militer Putin, termasuk konflik Rusia dengan Georgia pada 2008, pengambilalihan semananjung Crimea Ukraina pada tahun 2014, serangan siber dan permainan pengaruh politiknya dalam modernisasi peralatan militer Rusia telah mendorong negara-negara anggota NATO untuk lebih memperkuat postur pertahanan militernya.

Tidak mengherankan dengan perilaku Putin seperti itu telah membuat Ukraina melihat Moscow sebagai ancaman dan Ukraina mencari dukungan negara-negara Barat.

Ukraina telah menyetujui perjanjian NPT sebagai negara non-senjata nuklir dan menyerahkan 1.900 hulu ledak nuklir (Nuclear Warhead) yang diwarisinya semasa Uni-Soviet dahulu, dengan harapan bahwa dunia akan menjadi lebih aman.

  • Lingkaran setan ketidakpercayaan Rusia dan Barat dalam beberapa tahun terakhir telah diperburuk, dengan adanya ketidakpatuhan terhadap perjanjian-perjanjian antara lain: Perjanjian Pengendalian Senjata Konvensional dan Nuklir yang membantu mengakhiri Perang Dingin;
  • Perjanjian untuk membatasi pengembangan Pasukan Konvensional dalam Perjanjian Eropa untuk mencegah penumpukan kekuatan besar di benua Eropa;
  • Perjanjian Langit Terbuka, yang memberikan transparansi tentang kemampuan dan pergerakan milter;
  • Perjanjian Rudah Anti-Balistik, yang dirancang untuk mencegah perlombaan senjata penyerangan pertahanan yang tidak dibatasi;
  • Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Jauh, yang mengurangi bahaya perang nuklir di Eropa.

Perjanjian antara AS dan Federasi Rusia tentang Tindakan untuk Pengurangan Lebih Lanjut dan pembatasan Senjata Serangan Strategis yang dikenal sebagai START (Strategic Arms Reduction Treaty) Baru – START New disetujui pada tanggal 22 Desember 2010.

Proses persetujuan parlemen Rusia (Duma Negara dan Dewan Federasi) diselesaikan pada 26 Januari 2011 dan mulai berlaku efektif bagi kedua belah pihak 5 Februari 2011.

Kedua belah pihak juga telah memenuhi batas tengah perjanjian pada 5 Februari 2018 sebagai batas waktu implementasi.

AS dan Federasi Rusia telah sepakat pada 5 Februari 2021 untuk memperpanjang START Baru ini sebagaimana teks perjanjian hingga 5 Februari 2026. (sumber: Arms Control Association, April 2020)

Namun serangan Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022 telah mencederai semua perjanjian dan kerjasama yang ada dan memaksa AS dan NATO untuk mengantisipasi bila terjadi eskalasi nuklir terhadap negara – negara Barat terutama AS.

Amerika Serikat, Eropa dan masyarakat internasional harus mempertahankan kerjasama yang kuat dan terpadu dalam menghadapi Rusia.

Masyarakat Ukraina yang terkepung membutuhkan bantuan mendesak dari komunitas internasional. Para pemimpin di Moscow, Washington dan Eropa harus berhati-hati untuk pengerahan militer secara besar-besaran yang dapat menggangu  stabilitas global dan merusak keamanan bersama.

Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev, mengatakan, “Peace is not unity in similiraty but unity in diversity, in the comparison and conciliation of differences. And, ideally peace means the absence of violence.” (The Road We Travelled, The Challenges We Face, Gorbachev Foundation, Moscow, 2006: hal. 10)

(Penulis adalah Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi, mantan Menpan, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, mantan Menteri Perhubungan, mantan Dubes RI untuk Italia dan Malta, mantan Gubernur Papua).

 

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id