Di Forum IPU, Puan Bicara Keberhasilan Pemimpin Wanita Tangani Pandemi, Duarte Singgung Perempuan Ukraina

oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan pentingnya kesetaraan gender dalam forum parlemen perempuan Inter – Parliamentary Union (IPU). Ia menyinggung soal kepemimpinan perempuan dalam menangani pandemi Covid-19.

“Selamat datang di Indonesia! Pertemuan ini diadakan tepat pada saat dunia tengah dilanda berbagai tantangan yang berpengaruh bagi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,” kata Puan.

Hal tersebut disampaikan Puan saat membuka Forum of Women Parliamentarians yang digelar di sela-sela 144th IPU Assembly & Related Meetings di Bali International Convention Centre (BICC) Nusa Dua, Bali, Minggu (20/3/2022).

Lebih lanjut Puan menyatakan saat ini dunia tengah dilanda berbagai tantangan. Mulai dari pandemi Covid-19, ancaman ketegangan politik, dan peningkatan dampak perubahan iklim.

“Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, perempuan terkena dampak yang paling besar, 80% dari displaced persons akibat perubahan iklim adalah perempuan,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia menyebut para pemimpin perempuan dunia harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kepentingan perempuan tetap didengar, dan kebutuhannya diperhatikan.

Tantangan kesetaraan gender lain yang dihadapi perempuan disebut datang dari dunia politik. Secara global, proporsi anggota perempuan tahun 2021 hanya terjadi peningkatan 0,6%.

Puan menilai, hal itu menunjukkan keterwakilan perempuan yang masih rendah dan merupakan bentuk defisit demokrasi. “Ketidaksetaraan gender berarti tidak dilaksanakannya secara penuh demokrasi dan hak asasi manusia. Sehingga, kita perlu terus memastikan partisipasi aktif perempuan pada proses pengambilan keputusan, terutama di badan publik,” jelasnya.

Puan mendorong agar IPU menjadi garda terdepan dalam mendorong partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan. Salah satunya adalah melalui program dan kegiatan dari Kelompok Kemitraan Gender IPU. “IPU harus berada di garis terdepan, ‘lead by example’, dalam mengarusutamakan kesetaraan gender,” ungkap Puan.

Puan berharap agar masing-masing parlemen negara-negara dunia untuk menjadi agen perubahan dalam mengimplementasikan agenda kesetaraan gender yang lebih baik di negaranya masing-masing. “Dalam hal ini, Indonesia selalu berupaya mempromosikan kesetaraan gender di setiap kesempatan,” jelas Puan.

Indonesia pun disebut telah meraih berbagai capaian dalam kesetaraan gender. Mulai dari memiliki presiden perempuan yaitu Megawati Soekarnoputri, menteri-menteri, kepala daerah, dan anggota DPR RI perempuan. “Saya berdiri di sini juga sebagai Ketua Parlemen perempuan pertama Indonesia,” tegas Puan.

Saat ini Parlemen Indonesia lanjut Puan, tengah memperkuat legislasi yang memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak, melalui penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Dikatakan, partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dinilai akan memungkinkan terciptanya kepemimpinan perempuan di berbagai bidang. Kepemimpinan perempuan itu dapat dilihat di berbagai bidang seperti menjadi penggerak mengatasi perubahan iklim, menangani pandemi, dan bahkan menjaga perdamaian.

“Peran dan kepemimpinan perempuan cukup besar dalam menangani pandemi Covid-19. Perempuan telah berperan di garda terdepan dan mencapai 70% tenaga kesehatan dan sosial di seluruh dunia,” tambah Puan.

Sejumlah hasil penelitian pun, termasuk dari Liverpool University, menyatakan pemimpin perempuan di berbagai negara menunjukkan kemampuan dalam mengatasi laju penyebaran virus Covid-19.

Studi itu menjelaskan kapabilitas pemimpin perempuan dalam penanganan pandemi lebih baik daripada pemimpin laki-laki. Pemimpin perempuan dinilai mampu memberikan reaksi dan mengikuti temuan ilmiah dengan lebih cepat.

Selain itu, pemimpin perempuan dianggap juga lebih siap dalam mengambil risiko ekonomi guna melindungi kehidupan warganya dibandingkan dengan pemimpin laki-laki dalam kondisi yang sama.

Beberapa negara yang berhasil menangani pandemi dengan baik dengan perempuan sebagai pemimpinnya seperti Selandia Baru (Perdana Menteri Jacinda Ardern), Taiwan (Presiden Tsai Ing-wen), Jerman (Kanselir) Angela Merkel, Islandia (Perdana Menteri Katrin Jakobsdottri), hingga Sint Maarten di Kepulauan Karibia (Perdana Menteri Silveria Jacobs).

“Karenanya agenda pemulihan pandemi juga harus memiliki perspektif gender, memberi perhatian bagi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,” tutur Puan.

Mantan Menko PMK ini menambahkan, peran perempuan juga terlihat dalam menciptakan perdamaian dengan menjadi agen perubahan mencegah dan mengakhiri konflik. Puan mengatakan, perempuan berkepentingan menjadi bagian dari penyelesaian konflik karena perempuan dan anak-anak adalah yang paling terdampak saat konflik dan perang.

“Indonesia juga berkontribusi di bidang ini. Dari jumlah total peace-keepers Indonesia sebanyak 2.697 orang, saat ini terdapat 158 perempuan Indonesia yang bertugas di 5 misi UN-PKO (Peacekeeping Operations),” katanya.

Agar pemberdayaan – pemberdayaan perempuan itu dapat terwujud, menurut Puan, diperlukan akses terhadap pendidikan yang menjadi“game changer“ untuk memberdayakan perempuan agar menjadi pemimpin di masyarakat. Maka perempuan harus mendapat jaminan pendidikan yang berkualitas.

“Jika kemajuan perempuan dijamin, maka suatu negara akan maju. Jika partisipasi politik perempuan didorong, maka demokrasi akan berkembang,” kata Puan lagi.

Jika kesetaraan gender dijamin, maka keadilan akan tercapai. Bersama, kita dapat perkuat komitmen untuk mendorong kemajuan perempuan.

Forum of Women Parliamentarians ini turut dihadiri oleh Presiden IPU Duarte Pachecho, Sekjen IPU Martin Chungong, Wakil Presiden Forum Anggota Parlemen Perempuan H. Ramzy Fayez, dan Ketua 33rd Forum of Women Parliamentarians, Irine Yusiana Roba Puteri.

Presiden IPU Duarte Pachecho sepakat dengan Puan bahwa perempuan sering menjadi korban konflik, termasuk dalam perang. Ia mencontohkan banyaknya korban perempuan pada krisis Ukraina. “Kami bersama kalian (perempuan – perempuan Ukraina). Kami mengetahui penderitaan kalian,” kata Pachecho.

Meski begitu, ia menyebut banyak perempuan – perempuan berjuang dalam konflik, termasuk perempuan-perempuan Ukraina. Pachecho juga menyinggung keberanian perempuan-perempuan Ukraina yang ikut angkat senjata menbela negaranya atas invasi Rusia, termasuk sejumlah anggota parlemen negara tersebut.

“Perempuan-perempuan Ukraina menunjukkan keberanian berjuang untuk kebebasan negaranya. Saya menyerukan, perang harus berhenti sekarang,” tuturnya.

Terlepas dari itu, Pachecho kembali memberikan apresiasi untuk DPR sebagai tuan rumah yang berhasil menyelenggarakan IPU ke-144 di tengah kondisi pandemi. “Terima kasih kepada Ibu Puan Maharani,” kata Pachecho.

Sementara itu Ketua 33rd Forum of Women Parliamentarians, Irine Yusiana Roba Puteri mengatakan forum parlemen perempuan IPU kali ini akan berdiskusi dalam memberikan usulan berbasis gender untuk dua rancangan resolusi.

Rancangan resolusi pertama soal ‘Memikirkan Kembali dan Membingkai Ulang Pendekatan Proses Perdamaian dengan Pandangan untuk Membina Perdamaian Abadi’. Kemudian resolusi kedua adalah soal ‘Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai Enabler Sektor Pendidikan, Termasuk di Masa Pandemi’.

Irine mengatakan, forum ini penting mengingat pandemi Covid-19 tak hanya berdampak pada masalah kesehatan, tatanan sosial, budaya, politik, dan ekonomi saja. Pandemi Covid-19 disebutnya juga telah memperbesar ketidaksetaraan gender yang dialami perempuan.

“Ini terkait dengan beban ganda perempuan, kehilangan mata pencaharian, kekerasan berbasis gender, dan pemenuhan hak asasi manusia bagi para perempuan di daerah konflik serta perempuan disabilitas, lansia, pekerja migran, dan kelompok rentan lainnya,” sebut Irine.

Untuk itu Irine berharap agar diskusi forum parlemen perempuan IPU dapat mendorong terwujudnya kesetaraan gender secara global, bukan hanya di masa pemulihan pandemi Covid-19 namun hingga masa mendatang.

“Sehingga generasi penerus kita dapat menikmati kesetaraan gender yang kita perjuangkan ini,” pungkas anggota Komisi I DPR RI itu.