JAKARTA, REPORTER.ID – Pengesahan UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) dalam sidang paripurna DPR RI pada Selasa (12/4/2022) semata untuk melindungi hak-hak korban, yang selama ini belum mendapatkan perlakuan secara adil. Khususnya korban perempuan maupun laki-laki, dan pengesahan UU TPKS ini merupakan bagian dari kerja-kerja RA Kartini.
Demikian disampaikan anggota FPAN DPR Intan Fauzi dalam dialektika demokrasi “Semangat Kartini, Meneguhkan Eksistensi Kaum Perempuan” bersama anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Diah Pitaloka, dan anggota DPR RI Fraksi PKB Anggia Erma Rini di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/2022).
Lebih lanjut Intan menilai jika dukungan mayoritas dalam RUU TPKS tersebut adalah kaum perempuan dari berbagai jaringan, organisasi, dan mereka hadir secara fisik di fraksi balkon DPR RI. Tak terkecuali organisasi perempuan yang ada di bawah naungan partai politik.
Namun demikian masih ada PR besar ke depan, selain peraturan pelaksanaan teknisnya, pengawasan pelaksanaannya, korban pemerkosaan yang diatur oleh KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan lain-lain. “Terobosannya UU TPKS ini adalah pemerintah bisa menutup internet, aplikasi maupun kontennya. Dan, biaya restitusi, bantuan untuk korban ditanggung oleh negara, jika pelaku dianggap tidak mampu,” kata Intan.
Diah Pitaloka mengakui jika UU TPKS ini mendapat dukungan besar kaum Kartini setelah sebelumnya dibahas selama enam (6) tahun (2016). Bahkan dukungan itu datang dari kampus-kampus dan pakar hukum dari seluruh Indonesia. “Dukungan itu setelah banyak korban yang gila, bunuh diri dan menjadi beban sendiri dan bertanggungjawab sendiri,” ujarnya.
Anggia Erma Rini mengatakan bahwa lahirnya banyak peran dan pemimpin perempuan saat ini berkat perjuangan Kartini. “UU TPKS ini hadiah terimdah di hari Kartini untuk semua. Dengan desentralisasi ini agar semua elemen masyarakat bisa menyiapkan kebijakan yang berpihak pada perempuan,” ungkapnya.