PAPUA, REPORTER.ID – Ketua Barisan Kader Gus Dur (BGD) Propinsi Papua John W Wona SH meminta dua kelompok yang pro dan kontra terhadap rencana Daerah Otonomi Baru (DOB) duduk bersama untuk mencari solusi yang terbaik bagi rakyat Papua.
“Mereka yang dulu kelihatan reformis, kini justru ikut-ikutan memburu kekuasaan. Fenomena semacam ini dalam politik, disebut sebagai sindrom kekuasaan. Kalau diamati, sedikitnya ada tiga jenis sindrom seperti ini. Yaitu sindrom atau penyakit pasca-kuasa (Post-Power Syndrome) dan penyakit pra-kuasa (Pre-Power Syndrome) serta Penyakit orang yang sedang berkuasa (In-Power Syndrome),” tegas John, Jumat (20/5/2022).
Hal ini lanjut John, yang terjadi di beberapa pejabat di Papua dan di kota lainnya pasca berakhir nya masa jabatan. “Istilah Post-Power Syndrome digunakan untuk menggambarkan seseorang yang berperilaku aneh-aneh setelah tidak lagi memegang jabatan atau kekuasaan,” ujarnya.
Termasuk misalnya kelompok yang senang mengkritik pemerintahan, dan sebaliknya yang kadang malah nampak berlebihan dan sok reformis. “Pre-Power Syndrome diistilahkan untuk orang yang sebelum berkuasa begitu gemar memromosikan diri untuk meraih kekuasaan,” jelas John.
Sedangkan In-Power Syndrome adalah gambaran bagi orang yang sebelum berkuasa perilaku dan ucapannya seperti ‘orang bener’, tapi ketika berkuasa ia mulai lupa diri dan mati-matian mempertahankan kekuasaannya dengan cara apapun dengan Mengorbankan kerabat, bahkan keluarga dan rakyatnya.
Yang jelas apapun jenisnya kuasa itu menurut John, penyakit tersebut bertujuan untuk menggerogoti individu dengan iming-iming kekuasaan. Sehingga akhirnya, mereka akan menjadi ‘budak’ atau tawanan kekuasaan.
Sementara itu terkait polemik DOB di Papua dinilai John, akan menjadi bom waktu yang kapan saja bisa Meledak. “Hal ini karena tidak adanya kebersamaan dan kompromi politik antara MRP, eksekutif, legislatif se-Tanah Papua,” ungkap John.
Alhasil, yang dilihat adalah “Siapa yang yang Mo dengar Siapa? Apakah inilah yang akan menjadi warisan untuk anak cucu kita di Tanah ini?
Ada yang berlomba-lomba berjanji, berikrar, sumpah demi NKRI bahkan menjual hati, dan kemanusiaannya untuk kepastian kesejahteraan, keamanan di Tanah Papua. Apakah semua itu menjamin?”
menurut John, penyakit atau sindrom kekuasan ini bisa terjadi di mana pun. Sindrom tersebut bukan monopoli salah satu daerah atau beberapa kabupaten/kota Propinsi tertentu saja namun Semua manusia mempunyai kemungkinan dan kelemahan untuk terjerumus ke dalam jurang itu.
“Jika sudah terkubang di sana, seseorang akan sulit untuk berkata jujur dan benar. Sebab, dasar perbuatannya adalah subyektifitas semata untuk mencari dan atau mempertahankan kekuasaan pribadi,” ungkap John.
Oleh sebab itu, John mengajak kembali duduk bersama dengan menanggalkan ego masing-masing dan mewujudkan kebersamaan demi anak cucu Kitorang di masa yang akan datang untuk Papua yang lebih baik dan sejahtera.