FPDIP: Semua Fraksi DPR Sepakat akan Segera Sahkan RUU KUHP

oleh

JAKARTA,REPORTER.ID – Sembilan fraksi DPR RI (PDIP, Gerindra, Golkar, NasDem, PKB, PKS, Demokrat, PAN dan PPP) sudah sepakat terhadap materi RUU KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) sebagai RUU fenomenal dan komprehensif untuk disahkan sebagai UU. Fenomenal karena RUU KUHP sudah dibahas selama 7 Kepresidenan dan 15 menteri sejak Orde Lama, Orde Baru hingga reformasi ini.

“Ini RUU yang terbaik, fenomenal, universal tapi keindonesiaan, mengakomodir hukum dan kearifan lokal (local wisdom), termasuk hukum adat, bersendikan HAM ala Indonesia, dan RUU ini mengatur masyarakat sejak menikah hingga meninggal dunia. Karenanya, semua fraksi DPR sepakat untuk segera mengesahkannya pada masa sidang ini,” tegas anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan.

Hal itu disampaikan politisi PDIP itu dalam diskusi “RUU KUHP dan Nasib Hukum Indonesia” bersama Plh Dirjen PP Kemenkumham RI Dhahana Putra, mantan anggota Panja RUU KUHP DPR Fahri Hamzah, dan pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (7/6/2022).

Menyinggung 14 isu penting dalam RUU KUHP ini, Arteria mengatakan bahwa semuanya sejalan dengan empat pilar kebangsaan, tetap ada alternatif hukuman seumur hidup sebelum divonis hukuman mati. Juga soal santet, penodaan agama, aborsi, praktek dokter harus punya izin, dan lain-lain sehingga tak ada lagi yang abu-abu.

“Soal penghinaan presiden ini delik aduan, yaitu harus presiden sendiri yang mengadukan. Menghina presiden asing saja dipidana, masak presiden sendiri dibiarkan. Kita kan bangsa yang beradab dan bermartabat. Semua ini dipertanggungjawabkan kepada negara dan Tuhan Yang Maha Esa,” jelas Arteria Dahlan.

Dhahana Putra mengakui jika RUU KUHP ini sebagai RUU yang terbaik dan sudah dibahas sejak Orde Baru, atau meliputi tujuh (7) presiden dan lima belas (15) menteri. “Semuanya mengutamakan keadilan untuk masyarakat, ada restoratif justice, agar hakim tidak memutus perkara berdasarkan teks atau bukti-bukti saja. Untuk penghinaan presiden berbeda dengan mengkritik, kritik tidak masalah. RUU KUHP ini hanya batal disahkan pada September 2019 silam,” ujarnya.

Fachri Hamzah juga mendukung agar RUU KUHP ini segera disahkan. Gagalnya pengesahan RUU KUHP pada 2019 silam itu, karena ada tekanan dari masyarakat dan terbongkarnya kasus korupsi di DPR RI, dimana Ketua DPR RI Setya Novanto saat itu ditangkap oleh KPK. “Jadi, sekarang ini harus disahkan, dan Presiden Jokowi akan mendapat dukungan dengan pengesahan RUU KUHP ini,” tambahnya.

Abdul Fickar Hajar hanya berharap pasal-pasal krusial terkait 14 isu penting tersebut diperjelas, agar tidak menjadi peluang atau potensi untuk dijadikan mainan atau hangky-pangky oleh hakim dan penegak hukum yang lain. “Misalnya penghinaan presiden, penyebaran ajaran komunis, marxis, leninisme, dan kalau RUU KUHP ini orientasinya penjara, maka penjara akan terus penuh,” ungkapnya.