RUU KIA Untuk Wujudkan Generasi Emas Berkualitas Global

oleh

JAKARTA,REPORTER.ID – Rancangan Undang-Undang RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) ini memberikan ruang yang fundamental, RUU yang luar biasa sebagai upaya mewujudkan generasi emas, berkualitas global, berdaya saing tinggi, tangguh, keluarga yang sehat dan sejahtera menyonsong 100 tahun Indonesia emas dengan memperkuat keluarga. Sebab, selama ini kapitalisme dan materialisme telah mengusir seluruh keluarga dari rumah.

Negara-negara maju yang berhasil membangun generas tangguh tersebut antara lain Jepang, Jerman dan lain-lain. “Jepang sebagai negara yang memfokuskan pada keluarga dengan memberi susu dan yogurt gratis selama 20 tahun, maka berhasil menjadikan generasinya tangguh dan berdaya saing,” tegas Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya.

Hal itu disampaikan Willy dalam forum legislasi ““RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak: Komitmen DPR Wujudkan SDM Unggul” bersama anggota Baleg DPR RI FPKB dan pengusul RUU KIA Hj. Luluk Nur Hamidah, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Agustina Erni dan Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (21/6/2022).

Khusus cuti melahirkan selama 6 bulan dan 40 hari bagi suami menurut Willy, RUU KIA ini merupakan transformasi fisik yang fundamental, yang akan segera dikirim ke pemerintah agar menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM). “Tanpa RUU KIA ini mau kemana negara ini ke depan? Karena itu, RUU KIA ini kita dukung untuk segera diselesaikan,” jelas politisi NasDem itu.

Pada prinsipnya kata Luluk Nur Hamidah, dirinya sebagai pengusul RUU ini sangat prihatin dengan kondisi kesejahteraan ibu dan anak Indonesia. Misalnya masih banyak ibu meninggal akibat melahirkan, banyak anak yang mengalami gizi buruk, stunting, dan tidak belajar sebagaimana seharusnya, dan lain-lain. “Ada UU Kesejahteraan Anak tahun 1979, tapi tidak bisa diimplementasikan karena kondisinya saat ini sudah berubah. Baik hukum, kesetaraan, nilai-nilai, pengasuhan, perawatan dan sebagainya bahwa anak itu bukan saja domain ibu, tapi juga ayah dan keluarga pada umumnya,” jelasnya.

Indonesia adalah negara besar dan kaya, dan akhir tahun 2022 ini menjadi tuan rumah G20, tapi faktanya masih ada yang salah dengan manejemen keluarga khususnya terkait kesejahteraan ibu dan anak. “Jadi, dengan RUU ini agar terintegrasi antar kementerian terkait secara holistik, komprehensif untuk menciptakan eksosistem tumbuh kembang anak, dan ibu yang terbebas dari penelantaran, diskriminasi, kekerasan, pelanggaran HAM yang dijamin konstitusi, dan ini untuk investasi negara ke depan,” tambah Luluk.

Oleh sebab itu lanjut Luluk, kalau RUU KIA ini nantinya khawatir dengan aturan perusahaan yang akan tetap diskriminatif terhadap pekerja perempuan, ini berarti mundur ke belakang. “Maka, RUU ini nantinya akan melibatkan seluruh stackholder; Kementerian Kesehatan, Kemenaker, Kemendibudristek, Kemenkeu RI dan lain-lain,” pungkasnya.

Agustina sepakat dengan pandangan tersebut, bahwa bagi perusahaan yang melanggar, maka akan diberi sanksi. Karenanya, seluruh kementerian yang terlibat dengan dunia kerja khususnya yang melibatkan kaum perempuan, maka harus dilibatkan dalam pelaksanaan RUU KIA ini.

Andy Yentriyani berharap RUU KIA ini akan melahirkan dan menyonsong bonus demografi, mencegah diskriminasi, dan ini bukan hanya untuk kaum perempuan, tapi untuk keluarga Indonesia. “Terkait perusahaan, kegelisahaannya adalah yang bekerja di sektor informal dan non formal dimana perempuan banyak yang masuk di sektor non formal. Yang formal saja banyak masalah, apalagi yang non formal,” tambahnya.