JAKARTA,REPORTER.ID – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 35/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian “Pemilu Serentak” yang diajukan Partai Gelora dan dibacakan MK pada Kamis (7/7/2022) itu agak membingungkan.
Dalam putusan itu kata Said, Mahkamah menyatakan Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan.
“Ini artinya, konstruksi subjek hukum pemohon dan kerugian konstitusional yang dibangun oleh Partai Gelora didalam permohonan diterima sepenuhnya oleh MK,” ujarnya.
Meski norma Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu yang mengatur mengenai Pemilu Serentak sebelumnya pernah diuji beberapa kali oleh pemohon lain, tetapi MK tegas menyatakan bahwa batu uji dan alasan konstitusional yang didalilkan Partai Gelora sangat berbeda sehingga permohonan pemohon diterima dan tidak dinyatakan ‘nebis in idem’.
Lebih dari itu lanjut Said, tidak ada satu pun dalil, argumentasi hukum, serta alat bukti yang diajukan oleh Partai Gelora dimentahkan oleh MK.
Soal argumentasi ‘original intent’ Pemilu Serentak yang didalilkan oleh pemohon tidak sesuai fakta ketika UUD 1945 diamenedemen, misalnya, menurut Said, sama sekali tidak dibantah oleh MK.
“Tentang dalil pemohon bahwa Pemilu Serentak yang menggabungkan Pileg dan Pilpres tidak efektif dalam penguatan sistem presidensial juga tidak dibantah MK,” ungkapnya.
Ini artinya kata Said, secara tidak langsung MK mengakui bahwa berkaca dari hasil Pemilu 2019, tujuan dari Pemilu Serentak yang dimaksudkan untuk memperkuat sistem presidensial ternyata memang tidak terbukti
Masalahnya kemudian, pada ujungnya MK menyatakan permohonan ditolak. “Ini menjadi kebingungan kami yang pertama. Semua dalil dan argumentasi tidak dibahtah, tetapi permohonan dinyatakan ditolak,” jelas Said.
Kebingungan yang kedua muncul ketika MK berpandangan belum memiliki alasan yang kuat karena belum melihat ada kondisi yang secara fundamental berbeda bagi MK untuk menggeser pandangannya memisahkan kembali pelaksanaan Pileg dan Pilpres.
Persoalannya kata Said, dalam putusan itu MK sama sekali tidak menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan “kondisi yang secara fundamental berbeda”. Mestinya hal itu diuraikan. Harus jelas parameternya apa.
Said melihat dalam memutus perkara ini MK prematur membuat kesimpulan. Sebab, tanpa pernah memberikan kesempatan kepada Partai Gelora untuk menghadirkan Saksi dan Ahli, para Hakim Konstitusi sudah langsung memutus perkara.
“Padahal, jika kami diberi kesempatan menghadirkan Saksi dan Ahli, boleh jadi kondisi yang secara fundamental berbeda sebagaimana dimaksudkan oleh MK akan dapat terjawab,” pungkasnya.