Kajian Hukum Keadilan Substantif, Bisakah Irjen Ferdy Sambo Bebas Dari Hukuman Mati?

oleh
oleh

Prof.  T. Gayus Lumbuun (net)

 

Oleh : Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun, SH, MH

(Hakim Agung 2011 – 2018)

 

 

Ijinkan saya memperluas judul ini melalui Kajian Hukum tentang :

  1. Social Justice sebagai Demokrasi versus Legal Justice sebagai Nomokrasi
  2. Keadilan Prosedural versus Keadilan Substantif

 

Melalui judul tersebut saya akan menarasikan pandangan Hukum saya tentang kedua pemikiran tersebut melalui pengertian :

  1. Social Justice sebagai Demokrasi VS Legal Justice sebagai Nomokrasi adalah istilah keadilan di tingkat masyarakat, yang bersuara menuntut hak dan bersolidaritas mengkritik secara terbuka dengan konsep adanya kemerdekaan yang dimiliki untuk berpendapat dan berekspresi untuk memperjuangkan nilai-nilai keadilan demi ketertiban masyarakat. Dalam kasus Irjen Pol. Ferdy Sambo (FS), isu besar di masyarakat yang berimplikasi pada berbagai pihak baik masyarakat maupun Institusi Kepolisian RI eskalasi bersuara menuntut hak dan keadilan masyarakat menghasilkan terungkapnya kasus tersebut hingga pihak kepolisian menetapkan puluhan anggota kepolisian dinyatakan sebagai pelanggar-pelanggar etik kepolisian bahkan beberapa anggota kepolisian ditetapkan sebagai tersangka atas pembunuhan Brigadir Joshua dan dinyatakan melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55-56 yang berpotensi dihukum berat dari hukuman 20 tahun penjara, seumur hidup hingga hukuman mati. Perkembangan proses hukum di tingkat penyelidikan dan penyidikan ini dapat dikatakan keberhasilan kelompok masyarakat dari berbagai unsur baik dari Advokat yang mendapat kuasa dari pihak-pihak tersangka dalam kasus ini maupun masyarakat umum yang dalam konteks pemikiran saya masuk kelompok yang memperjuangkan Keadilan Sosial di tingkat masyarakat disebut sebagai Social Justice Warrior atau Pejuang Keadilan Sosial, di antaranya termasuk para Advokat yang bertindak sebagai kuasa hukum para tersangka yang telah dengan tegas dan berani mengungkapkan berbagai informasi termasuk fakta-fakta yuridis yang ditemukan.

 

Social Justice sebagai Demokrasi adalah Keadilan Sosial yang dilakukan berdasarkan kebebasan dimana arti Demokrasi secara Etimologi (asal usul kata) yaitu Demos dan Kratos yang artinya kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat atau kedaulatan di tangan rakyat. Dengan ini maka faham Social Justice menjadi keadilan di tangan rakyat.

 

Legal Justice sebagai Nomokrasi adalah Keadilan berdasarkan peraturan perundang-undangan, secara Etimologi berasal dari kata Nomos dan Kratos yang artinya Kekuasaan Norma atau Hukum, dengan ini maka faham Legal Justice menjadi Kedaulatan Hukum.

Pengertian antara Demokrasi dan Nomokrasi haruslah merupakan kedaulatan yang seimbang seperti mata uang koin di satu sisi adalah Demokrasi atau kedaulatan rakyat di sisi yang lain adalah Nomokrasi yang merupakan kedaulatan Norma atau Hukum. Difahami apabila Demokrais yang berlebihan bisa menjadikan Anarki (Kedaulatan yang tidak terkontrol, merusak, kekrasan dll) sementara Nomokrasi yang berlebihan bisa menjadikan Tirani (Kezaliman Kekuasaan).

 

  1. Keadilan Prosedural Vs Keadilan Substantif

Keadilan Prosedural adalah keadilan terkait sebagai serangkaian hubungan antara Prosedur atau Peraturan sebagai tata cara mengatur proses penyelesaian sebuah perkara dalam Penegakan Hukum dan Keadilan sebagaimana diatur oleh kitab Undang-undang Hukum Acara dikenal sebagai Hukum Formil yang bisa memberikan dukungan kepada Hukum yang mengatur tentang ukuran untuk dipakai sebagai pedoman menentukan putusan sebagai sanksi kepada pelaku pelanggar Hukum oleh Hakim dikenal sebagai Hukum Matriel, dalam Perkara Pidana dimulai dari Penyelidikan, Penyidikan, Pelimpahan Perkara kepada Kejaksaan sampai dengan proses di Pengadilan.

Keadilan Substantif adalah: Keadilan yang terkait sebagai Hukum Matriel yaitu Proses Pemeriksaan di Pengadilan yang dilakukan secara obyektif terbuka tidak memihak (Impartiality) tanpa diskriminasi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan dan Hati Nurani sebagai keyakinan Hakim sebagai Peran Hakim dengan kewenangannya untuk menerima perkara, memriksa dan mengadili dengan memberikan Putusan yang Adil sebagaimana tujuan Hukum dalam mempertahankan Hak dan Kewajiban untuk ketertiban masyarakat. Pengeritan antara Keadilan Prosedural dan Keadilan Sustantif haruslah merupakan dua sisi mata uang yang melekat menjadi satu dan bermanfaat bagi pelaksanaan Hukum dan keadilan untuk tidak masing-masing mengabaikan penggunaannya.

Dengan melakukan Kajian Ilmu Hukum terhadap kasus Irjen Pol. FS sebagaimana judul (tema) Seminar pada hari ini dan Irjen Pol. Ferdy Sambo mengakui bahwa dirinya adalah Pelaku Utama dalam Pembunuhan Brigadir Nofriasyah Joshua Hutabarat.

Menyikapi kasus Irjen Pol. Ferdy Sambo yang telah berproses dengan sangat cepat merupakan prestasi Kepolisian melalui team khusus yang dibentuk oleh Kapolri dengan dukungan dari berbagai pihak seperti Komnas Ham, LPSK termasuk   masyarakat, Advokat sebagai penasehat hukum para tersangka merupakan perjuangan penegakkan hukum dalam lingkup Social Justice yang perlu deilengkapi dengan Legal Justice sampai dengan berproses dan akan bermuara di pengadilan.

Menggabungkan kedua keadilan yang disebut sebagai Social Justice dan Legal Justice, Keadilan Prosedural dan Keadilan Substantif tersebut diharapkan bisa mewujudkan putusan Hakim yang berkualitas dan mencerminkan rasa keadilan.

Pandangan saya tentang wujud putusan Hakim dengan tujuan untuk mendapatkan keadilan dan ketertiban masyarakat yang ideal untuk mensejahterakan masyarakat. dan pembangunan negara diperlukan bentuk Hukum yang seimbang dalam Penegakkan hukum yang mengedepankan Kepastian Hukum, Kemanfaatan dan Keadilan, sebagaimana disampaikan oleh Gustav Radbruch seorang filusuf Hukum Jerman. Dimana Substansi Kepastian Hukum merupakan norma Hukum yang harus ditaati bagi setiap orang dengan ancaman hukuman sesuai dengan pelanggaran Hukum yang terdapat pada perundangundangnan. Substansi Kemanfaatan Hukum menurut Radbruch adalah suatu fenomena baru untuk masyarakat (negara) mendapatkan keadaan yang bisa berubah dengan lebih baik dari das sein (yang ada) dan das sollen (yang seharusnya diharapkan). Selanjutnya Substansi Keadilan Hukum adalah terwujudnya kebaikan bersama (bonum commune).

Terhadap ketiga Substansi tersebut dimana sekala prioritas yang harus dijalankan menurut Radbruch, yang pertama adalah Keadilan kemudian Kemanfaatan barulah terakhir Kepastian Hukum.

Terhadap kasus Irejen Pol. Ferdy Sambo yang telah ditetapkan oleh Kepolisian sebagai Penyidik dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55-56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal mati atau seumur hidup atau penjara 20 Tahun.

Dalam Hukum Nasional sebagai Norma Hukum, Justice Collaburator (JC) diatur pada Undang-undang No. 31 Tahun 2014 tentang LPSK, Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2011 dan Peraturan Bersama Menteri Hukum dan Ham, Jaksa Agung RI, KPK dan LPSK tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, Saksi Pelaku yang berkerjasama.

Namun pengakuan Irjen Pol. FS bahwa dirinya adalah Pelaku Utama dalam peristiwa pembunuhan Brigadir Nofriasyah Joshua Hutabarat, maka  dengan demikian yang bersangkutsn tidak memenuhi syarat untuk menjadi Justice Collaborator.

 

Kesimpulan :

  1. Menggabungkan pemahaman Social Justice sebagai Demokrasi, Legal Justice sebagai Nomokrasi dan Keadilan Prosedural dan Keadilan Substantif sebagai wujud Putusan Hakim untuk tujuan mendapatkan keadilan yang ideal dengan mensejahterakan masyarakat dan pembanguan negara dengan mengedepankan konsep utama adalah Keadilan, Kemanfaatan barulah terakhir Kepastian Hukum, akan terbuka ruang melalui Keadilan Substantif bagi Hakim yang bisa mempertimbangkan hukuman yang sesuai dengan unsur kemanfaatan atas pengakuan yang selengkap-lengakpnya, sejujur-jujurnya, seterbuka-terbukanya bagaimana kejahatan yang terorganisir yang pernah dilakukan di Lembaganya untuk menjadi sebuah perubahan besar keberadaan Lembaga Polri di tengah masyarakat sebagai sebuah Lembaga Negara yang keberadaannya sangat strategis.
  2. Hal yang sangat diperlukan untuk kemanfaatan bagi Masyarakat dan Negara melalui pengakuan Tersangka dengan dukungan Weslte blower (peniup peluit) yaitu masyarakat umum yang tidak terlibat dalam kasus ini namun ikut serta menyuarakan fakta sebagai bukti yang bermanfaat dalam proses perkara ini dengan efektif mencegah munculnya pelaku-pelaku baru yang secara individu maupun secara terorganisir terulang lagi. Masyarakat dan Negara akan memiliki sebuah lembaga yang dicita-citakan di masa yang akan datang.

 

Penutup

Pada akhirnya saya berpendapat, Irjen Pol. FS walaupun bukan berstatus sebagai Justice Collaburator (JC), Hakim mempunyai kewenangan untuk mempertimbangkan hukuman yang sesuai dengan unsur kemanfaatan berdasarkan pengakuan untuk membuka seluas-luasnya di depan persidangan dengan hukuman yang meringkankan yang pada akhirnya pada pelaksanaan hukuman sebagai Hukuman Bebas bersyarat.  Das Sein-Das Sollen. (Artikel ini merupakan pemikiran Prof. Gayus Lumbuun yang disampaikan dalam Seminar Nasional, Kajian  Hukum – Legal Justice : Bisakah Irjen Ferdy Sambo Bebas Dari Hukuman Mati di Pendopo Kampus Unkris, Jalan Jatiwaringin, Pondok Gede, Jakarta Timur, Selasa, 30 Agustus 2022).

 

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id