JAKARTA,REPORTER.ID – Komite II DPD RI menemukan banyak permasalahan terkait kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI), klaim lahan oleh Kesultanan Bulungan yang digunakan oleh perusahaan tambang, serta permasalahan izin tambang di Provinsi Kalimantan Utara.
Ketua Komite II Yorrys Raweyai didampingi Wakil Ketua Komite II Abdullah Puteh, Lukky Semen serta anggota Komite II lainnya menggelar Rapat Dengar Pendapat tindaklanjuti hasil kunjungan kerja (advokasi) Komite II di Provinsi Kalimantan Utara.
“Kunjungan kerja advokasi Komite II tersebut guna mendapatkan data dan informasi yang komprehensif agar mencapai solusi yang baik dan bijaksana bagi semua pihak,” ungkap Yorrys saat membuka rapat di Ruang GBHN Gedung Nusantara V, Senayan Jakarta, pada Senin (5/9/2022).
Angota DPD RI asal Papua itu mengungkapkan, pertemuan sebelumnya tanggal 12 April 2022 di Gedung Kantor Gubernur Kalimantan Utara, tidak dihadiri oleh ketiga perusahaan yaitu PT Banyu Telaga Mas (BTM) dan areal perkebunan PT Bulungan Surya Mas Pratama (BSMP) serta PT Pipit Mutiara Indah (PMI). Ketiganya dianggap melakukan aktivitas pertambangan dan perkebunan di atas tanah wilayah adat Kesultanan Bulungan.
“Pertemuan kali ini di Jakarta, Komite II menghadirkan ketiga perusahaan tersebut serta seluruh pemangku kepentingan agar didapatkan data dan informasi yang komprehensif sehingga bisa dicarikan solusi yang baik dan bijaksana bagi semua pihak,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Aceh Abdullah Puteh menambahkan forum kali ini sangat penting dalam posisi untuk mencari solusi yang menguntungkan semua pihak. “Kita ingin mendorong dan mencari solusi, karena kita bangsa musyawarah,” kata Puteh.
Pada forum yang digagas Komite II DPD itu, Gubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwang melihat bahwa Pemprov akan menindaklanjuti dan dalam waktu dekat akan membentuk tim untuk mencari fakta dan solusi permasalahan terkait tersebut.
“Para penambang liar ini seharusnya tidak dibiarkan oleh PT yang punya legalitas. Selain itu yang perlu difokuskan masalah pengakuan sebidang tanah oleh kesultanan supaya bisa memperlihatkan kekuatan dokumen yang dibutuhkan agar bisa didorong kepada Kementerian ATR/BPN untuk mendapatkan legalitasnya,” tagas Gubernur Kaltara itu.
Anggota DPD RI Sulawesi Tengah Lukky Semen menyoroti soal PETI ini karena adanya pembiaran, sehingga lama kelamaan menjadi konflik.
Selain merugikan perusahaan yang resmi dan perusakan lingkungan, persoalan ini perlu koordinasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten serta aparat, agar jangan sampai ada oknum yang mengambil keuntungan sepihak.
Anggota DPD RI asal Kaltara Marthin Billa sependapat bahwa harus ada solusi yang bisa diambil karena semua pihak yang berkepentingan sudah hadir.
“Awal dari advokasi ini dari Kesultanan Bulungan adalah bagaimana hak yang mereka tuntut kepada korporasi, hal ini saya kira butuh pertemuan lanjutan bagaimana Pemprov, pemegang izin tambang dan perkebunan dan kesultanan mendapat solusi,” pungkasnya.
Sebelumnya kegiatan penambangan ilegal di Sekatak Bulungan telah berlangsung sejak tahun 2007, yang dilakukan secara berkelompok maupun individual. Penambangan ilegal telah menimbulkan berbagai permasalahan degradasi lingkungan dan menimbulkan banyak korban. Berbagai upaya penegakan hukum telah dilakukan oleh pihak Pemprov Kaltara dan Kepolisian namun vonis pengadilan yang rendah tidak membuat para pelaku jera. Penambangan ilegal yang berada di Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Banyu Telaga Mas (BTM) dan areal perkebunan PT Bulungan Surya Mas Pratama (BSMP) juga PT Pipit Mutiara Indah (PMI) diklaim merupakan lahan milik Kesultanan Bulungan.