JAKARTA, REPORTER.ID – Ketua Komisi X DPR RI FPKB Syaiful Huda mendesak Kemendikbud RI tidak menghapus tunjangan guru. Sebaliknya tunjangan itu harus dilanjutkan dalam RUU Sisdiknas demi perbaikan kesejahteraan guru. Apalagi, draft RUU Sisdiknas itu belum dikirim ke DPR RI, sehingga apakah masuk dalam Prolegnas 2023 atau Prolegnas 2024.
“DPR belum terima draft revisi RUU Sisdiknas yang baru. Komisi X DPR hanya mengetahui polemik di masyarakat terkait tunjangan guru. Jadi, apakah RUU Sisdiknas itu masuk dalam Prolegnas tahun 2023 atau tahun 2024, kita belum tahu,” tegas Ketua DPW PKB Jawa Barat itu.
Demikian Syaiful Huda dalam Forum Legislasi tema “RUU Sisdiknas dan Peta Jalan Pendidikan Nasional” bersama pengamat Pendidikan Asep Sapaat dan Kadep Litbang PB PGRI Sumardiansyah, di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Lebih lanjut Syaiful Huda minta Kemenikbud melibatkan publik seluas-luasnya dalam pembahasan RUU Sisdiknas tersebut. “Jangan hanya membuka website untuk RUU Sisdiknas itu, lalu dianggap sudah melibatkan publik. Saya harap terjadi diskusi, perdebatan dan gagasan dalam satu forum. Utamanya stackholder pendisikan sehingga pelibatan partisipasi publik itu maksimal,” ujarnya.
Selain itu, RUU Sisdiknas menurut Syaiful Huda, didahului dengan roadmap, peta jalan pendidikan nasional. Padahal, sebelumnya kalau peta jalan itu diteruskan oleh Kemendikbud RI, maka semua masalah yang menjadi polemik saat ini pasti dibahas. “Tidak terkaget-kaget seperti sekarang ini, karena pasti akan ada perdebatan atau prakondisi terkait pasal-pasal tersebut. Inilah yang belum dilakukan,” jelasnya.
Sumardiansyah menegaskan seharusnya RUU Sisdiknas itu mewujudkan impian bagi pendidikan yang ideal ke depan, dan mempersatukan bukannya memecah-belah guru. “Saya melihat ada tahapan yang tidak benar yang dilakukan Kemendikbud dalam pembahasan RUU Sisdiknas ini,” ungkapnya.
Sejauh itu, Sumardiansyah meminta keterlibatakan stackholder pendidikan tidak hanya formalitas, tapi perlu bertemu dan diskusi terkait pasal-pasal yang menjadi polemik tersebut. “Masak tunjangan itu (dalam aturan peralihan) hanya berlaku selama dua tahun. Baik untuk guru maupun dosen. Nah, bagaimana setelah dua tahun, tak ada payung hukumnya, ya berarti dihapus,” ungkapnya.
Kebijakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Guru 2022 pun kata Asep Sapaat, menjadikan banyak sekolah kehilangan guru yang berkualitas. “Memang pembahasan RUU Sisdiknas ini harus melibatkan banyak partisipasi publik. Semoga nanti DPR bisa mengatasi ini, sebelum RUU itu disahkan,” tambahnya.