JAKARTA,REPORTER.ID – Anggota Komis II DPR RI FPDI-P H. Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menegaskan jika semakin dicermati semakin banyak kasus mafia tanah yang melibatkan korporasi. Mereka mendapatkan hak guna usaha (HGU) 1000 hektar misalnya, tapi yang dinanami sawit seluas 5000 hektar. Bahkan di Riau penyalahgunaan itu mencapai 1,7 juta hektar.
“Persoalannya penyalahgunaan puluhan tahun itu tidak memiliki dampak ekonomi, tak ada kontribusinya pada negara sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan Kejagung yang menangani PT Duta Palma dengan tersangka Surya Darmadi, dimana tanah yang di luar HGU itu ada 36.000 hektar dan merugikan negara Rp101 triliun,” tegas Muhammad Rifqinizamy Karsayuda.
Hal itu disampaikan politisi PDI-P itu dalam dialektika demokrasi “Mengawal Instruksi Jokowi: Gebuk Mafia Tanah” bersamastaf khusus Menteri ATR Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang, Inspektur Jenderal Polisi Hary Sudwijanto, Mantan Menteri ATR/BPN Periode 2014-2016 H. Ferry Mursyidan Baldan MSi, dan praktisi hukum Agus Widjajanto di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (8/9/2022).
Kalau bicara Indonesia lanjut Rifqy – sapaan akrabnya, maka jumlah tanahnya mencapai 100 juta hektar. Karena itu, Komisi II DPR RI bekerjasama dengan Kementerian ATR/BPN membuat roadmap guna memberantas mafia tanah tersebut. “Komisi II DPR berkomitmen akan mengerahkan seluruh kewenangan konstitusionalnya; pengawasan, legislasi dan penganggaran untuk menyelesaikan persoalan ini,” ungkapnya.
Saat ini kata Rifqy, pihaknya sedang membahas anggaran ATR/BPN pada RAPBN tahun 2023, Kementerian ATR/BPN mengajukan Rp7 triliun, tapi pendapatannya dari PNBP (penerimaan negara bukan pajak) kurang dari Rp2 triliun. Padahal PT. Duta Palma merugikan negara hingga Rp101 triliun. “Seharusnya kementerian malu kalau setiap tahun mengeluh hanya karena tidak dapat dari APBN, karena mestinya kementerian ini adalah salah satu kementerian yang mampu memberikan sumbangsih PNPB yang besar,” tambahnya.
Hary Sudwijanto menegaskan jika kementeriannya sejak 2017 sudah mengidentifikasi mafia tanah tersebut, dan menemukan tipologinya, cara kerjanya, modus operandinya. Seperti memasukkan dokuman, meduduki lahan orang tanpa legalitas seperti PT Duta Palma untuk memperkaya diri sendiri, dapat legalitas dari tanah orang, pakai girik palsu, menang di pengadilan, lalu dibawa ke BPN terima sertifikat.
“Para mafia itu paham dan hafal dengan proses birokrasi, surat-menyurat, memainkan harga, tahu beracara di pengadilan, waris-pengadilan agama, perdata ke PTUN, dan kalau kementerian ATR/BPN tidak menjalankan putusan pengadilan, maka pengadilan melanggar hukum. “Kecuali BPN memiliki UU sendiri untuk melakukan penyelidikan,” tambahnya.
Karena itu kata Hary, Pak Hadi Tjahjanto mencanangkan program prioritas; sukseskan pembagian sertifikat tanah, PTSL (proses pendaftaran tanah untuk pertama kali), percepatan proses pengadaan lahan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, dan pemberantasan mafia tanah. Alhasil, bisa selesaikan kasus di Malang, Medan, PT PSU dengan suku anak dalam yang kini sudah memiliki 744 KK. “Hanya saja ATR/BPN ini tak punya kewenamgan penydikan dan uji materil. Maka, kami minta dukungan Komisi II DPR untuk meningkatkan pemberantasan tamah ini,” tegasnya.
Ferry Mursyidan menilai mafia tanah itu minimal melibatkan dua orang atau kelompok, tidak mungkin sendirian. Tapi, yang terpenting ke depan adalah tata kelola, tata letak tanah. “Saya usulkan sertifikat harus dilegalisir oleh ATR/BPN. Kalau tidak, maka akan ada dokumen yang sama dengan penggugat di pengadilan atau hakimnya. Untuk itu butuh dana besar, perlu dukungan DPR,” jelasnya.
Menurut Ferry, Kementerian ATR/BPN harus meningkatkan kualitas dan mempermudah pelayanan bagi masyarakat dengan pemanfaatan IT (informasi teknologi) dengan mencantumkan 2 hak; yaitu hak milik dan hak pakai. “Inilah yang kita sebut sebagai negara berdaulat. Tak ada kepemilikan yang permanen, ta ada tumpang-tindih HGU, one man polecy, dan jika ada konflik tidak selesai diambil oleh negara,” jelas Ferry.