JAKARTA,REPORTER.ID – Pencopotan Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad berbuntut panjang. Keputusan dalam sidang paripurna DPD RI (16/8/2022) itu dinilai cacat hukum, karena berlawanan dengan aturan perundang-undangan. Baik UUMD3 (MPR/DPR/DPD) RI, dan Tatib DPD RI. Terlebih Fadel tidak pernah dimintai klarifikasi, dipanggil terkait ‘mosi tidak percaya’ yang disangkakan pada dirinya tersebut
“Saya didzolimi, tidak pernah dipanggil untuk dimintai keterangan. Padahal, saya sendiri anggota Badan Kehormatan (BK) DPD RI. Pemberhentian itu untuk kepentingan politik pribadi. Karena itu, saya kerja keras dengan meminta pendapat para pakar hukum, dan langkah ini untuk menjaga kehormatan lembaga tinggi negara,” tegas Fadel Muhammad pada wartawan di Gedung DPD/MPR RI, Senayan Jakarta, Jumat (9/9/2022).
Dalam memberi keterangan itu Fadel didampingi kuasa hukumnya seperti Amin Fahrudin dan lain-lain. Menurutnya, Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin, dan Nono Sampono menarik dukungan atas putusan pemberhentian dalam paripurna DPD RI tersebut. “Saya tidak pernah melaporkan orang ke polisi, tapi kali ini karena demi kehormatan lembaga tinggi negara, saya harus lakukan,” jelas mantan Gubernur Gorontalo dua periode itu.
Penarikan atau pencabutan dukungan pemberhentian oleh Sultan dan Nono tersebut, karena pada paripurna DPD itu ada pembohongan, penyelundupan agenda oleh Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. “Prosesnya menyalahi prosedur, ditambah penarikan dukungan dua pimpinan DPD RI, maka pemberhentian itu cacat hukum dan batal demi hukum,” ungkap Fadel.
Amin Fahrudin menambahkan, setidaknya ada poin-poin penting dalam gugatan ke PTUN ini. Yaitu, dasar SK DPD RI untuk memberhentikan Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR RI Nomor II/2022/DPD RI, yang dilakukan oleh Ketua DPD RI LaNyalla proses politik yang ilegal dan inkonstitusional. “Tidak dikenal apa itu ketidakdinamisan, mosi tidak percaya, tak ada dalam sistem presidensial, hanya ada dalam sistem parlementer,” jelas Amin.
Pergantian itu bisa dilakukan jika meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan karena tidak bisa menjalankan tugas secara berkelanjutan, dan berhalangan tetap. “Semua itu tidak ada pada Fadel Muhammad. Untuk itu, kami mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat, perbuatan melawan hukum dengan nomor 518/G/2022/PN Jakpus. Maka, pembehrnetian itu tak bisa dilakukan sampai ada putusan hukum inkrah,” kata Amin.
Sementara itu, gugatan kerugian materi keuangan adalah selama masa kerja Fadel Muhammad (2019-2024) untuk LaNyalla sebagai tergugat I sebesar Rp190 miliar, dan tergugat II dan III masing-masing Rp5 miliar.
Apakah jika terbukti bersalah LaNyalla bisa dilengserkan, Amin menjelaskan, jika melawan hukum, melanggar sumpah jabatan, ada delik aduan baik dari internal DPD RI maupun masyarakat, nantinya dikembalikan ke UU MKD, Tatib DPD RI khususnya terkait dengan alat kelangkapan DPD RI. “Jabatan sebagai Ketua DPD RI itu, alat kelengkapan DPD RI,” pungkasnya.