Waketum FKPPI, Indra Bambang Utoyo (net)
JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) Indra Bambang Utoyo menilai, kritikan mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun kurang tepat, karena berdasarkan pasal 24A ayat 3 – UUD45 Amandemen menyatakan, Calon Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial (KY) kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden. ‘’Jadi yang bertanggung jawab terhadap prosesnya adalah KY dan DPR-RI, Presiden hanya menetapkan hasilnya,’’ ujarnya kepada reporter.id di Jakarta, Minggu (25/9).
Sebelumnya diberitakan, mantan Hakim Agung, Prof Gayus Lumbuun menilai, negara dalam keadaan darurat peradilan dan darurat peradapan hukum dengan tertangkapnya Hakim Agung Sudrajad Dimyati dalam kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Menurut dia, Presiden Jokowi ikut bertanggungjawab karena ia pejabat negara yang menerbitkan Surat Keputusan Pengangkatan dan Pembehentian Hakim Agung. Gayus berharap, semoga operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Hakim Agung yang pertama kali ini merupakan OTT terakhir.
‘’Ini menjadi blessing in disguise. Walaupun kita prihatin, sedih, malu dan kecewa, tetapi ini merupakan jawaban yang selama ini hanya diramaikan tetapi sulit dibuktikan. Ini momentum yang tepat untuk segera dilakukan pembenahan konkret,’’ tegasnya, Minggu (25/9).
Gayus yang terkenal kritis ini menuturkan, sebagai Kepala Negara, Presiden Jokowi harus segera bertindak terhadap peristiwa penangkapan Hakim Agung ini, karena peristiwa ini telah menjadi isu yang tidak saja menggemparkan masyarakat dalam negeri tetapi juga masyarakat internasional. Ia menyebut, MA sebagai benteng pencari keadilan terakhir nyaris runtuh. Presiden harus turun tangan, karena pengangkatan hakim agung melalui SK Presiden.
Lebih lanjut Indra Utoyo mengakui, negara ini betul-betul berada dalam kondisi darurat peradilan dan hukum, sehingga kepada siapa rakyat meminta keadilan bila instansi tertinggi peradilan ternyata rusak berat seperti ini.
Politisi Golkar ini menilai, semua ini akibat demokrasi yang kebablasan. Demokrasi Indonesia menjadi sangat liberal, melenceng jauh dari cita-cita para founding fathers atau bapak-bapak bangsa yang sudah menyusun suatu Negara Kebangsaan dan disahkan pada 18 Agustus 1945. Kondisi yang menyedihkan ini terjadi karena amandemen UUD45 dilakukan dengan cara amburadul dan sembarangan oleh MPR waktu itu. ‘’Demokrasi kita hanya melahirkan pencoleng,’’ ujar Indra Utoyo.
Saat ditanya, apa solusinya, Indra langsung menukas, ‘’Tidak ada jalan lain, untuk mengembalikan arah bangsa kedepan adalah kembali kepada UUD45 asli, baru lakukan amandemen dengan cara yang benar dan mengajak seluruh bangsa Indonesia, sebagai pemilik utama NKRI.’’ (HPS)