JAKARTA,REPORTER.ID – Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron membantah bahwa pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyebut kemungkinan ada skenario – settingan dua capres dalam pilpres 2024 mendatang, sebagai upaya untuk memajukan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai capres. Pak SBY tidak seperti itu.
“Jangan terlalu berspekulasi, nanti malah bikin gaduh politik. Karena itu saya meluruskan kalau itu disampaikan Pak SBY di internal Demokrat kemudian bocor ke publik. Tapi, informasi itu terindikasi dan terkonfirmasi, tapi Pak SBY tidak sebut nama,” tegas Herman Khaeron.
Hal itu disampaikan anggota Komisi VI DPR RI itu dalam dialektika demokrasi ‘Benarkah Pemilu 2024 Akan Curang? bersama Anggota DPR RI FPDI Perjuangan Masinton Pasaribu, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara I Gede Pasek Suardika (zoom) dan pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Menyadari masyarakat memiliki tanggungjawab moral lanjut Herman, maka ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawal proses pemilu dan pilpres ini agar berlangsung demokratis, jujur, adil, dan akuntabel. “Pak SBY tak akan memaksakan AHY jadi cawapres,” ungkapnya.
Kalau begitu menurut Masinton, yang tahu pernyataan SBY itu hanya dia sendiri dan sopir bajaj. Apalagi, kalau ada dua pasang capres itu memang undang-undangnya demikian. “Kita bicara harus berangkat dari aturan UU-nya dulu, PT 20 persen itu UU. Sehingga mau dua pasang, tiga, empat pasang itu sama-sama demokratis dan tak ada yang curang,” ujarnya.
Kalau mau disebut pemilu itu curang, kata Masinton, harus pakai data, jangan salahkan UU. “Rebutlah kepercayaan rakyat untuk memenuhi syarat mengajukan capres, lakukan koalisi, komunikasi, lobi-lobi yakinkan parpol lain, dan sebagainya agar bisa mengajukan capres,” jelas Masinton.
Persoalannya, pemilu saja baru dilakukan tahapan sudah disebut curang. Itu artinya kata Masinton, kepentingan politiknya sangat tinggi, daripada kecurangan itu sendiri. “Jangan seperti pemilu 2009 yang paling amburadul. Ada keterlibatan asing yang mengaku sebagai pemantau, tapi menguasai ITE KPU. Jadi, tudingan curang itu tidak konsisten dengan UU pemilu dan pilpres. Kalau tidak cakap dalam melobi parpol jangan bilang pemilu curang,” jelas Masinton lagi.
Rahmat Bagdja menilai dalam setiap pemilu itu pasti ada kecurangan. Untuk itu, dia meminta seluruh peserta pemilu dan masyarakat ikut menjaga untuk meminimalisir kecurangan tersebut.
Namun, terjadinya respon politik antara Demokrat dan PDI-P ini sebagai dinamika politik yang wajar.
“Tak ada salahnya mengenalkan capres-cawapresnya; baik Ganjar, Airlangga, Prabowo, Puan, AHY, Cak Imin, Erick Thohir dan lain-lain. Juga tak melanggar aturan jika Ibu Puan, Pak SBY, Surya Paloh dan lainnya turun gunung. Silakan asal tidak melakukan politisasi SARA, tidak serang pribadi orang dan sebagainya itu tak boleh,” jelas Badja.
Menurut Pasek, SBY itu jago mainkan isu politik dan kali ini PDI-P termakan. Tapi, kalau bicara curang, semuanya curang. Kecurangan itu terjadi sejak Orba sampai sekarang. Lalu, kenapa SBY dikaitkan dengan capres? Persoalannya apakah AHY bisa atau tidak maju capres atau cawapres? “Kalau karena AHY tak bisa maju capres, kan tentu pernyataan itu tidak baik. Saya mendukung pasangan capres lebih dari dua untuk menghindari polarisasi di tengah masyarakat,” katanya.
Pangi menjelaskan kalau SBY yang bicara efeknya sangat besar dibanding AHY, tapi positif bagi Demokrat. Kedua pemilu curang itu konteksnya bukan penyelenggaraan pemilu yang ditengarai akan terjadi jegal-menjegal.
“Saya dukung capres lebih dari dua pasang, bahkan empat pasang, agar tidak terjadi polirisasi dan politik identitas. “Kalau hanya dua capres sebaiknya tidak usah pemilu. Juga perlu perbaikan kotak suara kembali ke kayu, bukan kardus. Keterlambatan surat suara dari daerah perbatasan Papua dan lain-lain harus diatasi,” ungkapnya.