Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi (Ist)
Oleh : Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi,
Founder Numberi Center
Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe (LE) sebagai pejabat negara harus dapat membuka pintu lebar-lebar bagi para oknum pejabat negara maupun mereka yang bukan pejabat negara yang ditenggarai terlibat dalam korupsi ini. Ada banyak oknum yang terlibat dan beliau (LE) harus berani mengurai benang kusut ini, termasuk kemungkinan oknum-oknum yang berpesta pora dengan dana Otsus tersebut.
Orang asli Papua (OAP) harus saling mendukung untuk mencari kebenaran yang hakiki, bukan kebenaran duniawi, karena manusia akan lenyap dan yang tinggal hanya kegelapan dunia dan ketidakadilannya. Hidup kita hanya sekali, namun kita tidak usah takut, seperti apa yang dikatakan Pendeta Marthin Luther King Jr, “Pada akhirnya kita tidak akan mengingat kata-kata dari musuh kita, tetapi kebisuan dari teman kita.” (Zulfa Simatur, Jakarta 2013 : hal.312).
Masalah kasus LE ini tidak bisa dibawa ke ranah hukum adat, karena Gubernur adalah pejabat negara mewakili Presiden Negara Republik Indonesia di Wilayah Provinsi Papua. Pada Ketentuan Umum pasal 1 butir q UU Otsus nomor 21 Tahun 2001 didefinisikan bahwa : Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat hukum adat, mengatur, mengikat dan dipertahankan serta mempunyai sanksi.
Demikian juga pasal 51 UU Otsus nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua maupun UU Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua tidak dapat diberlakukan bagi kasus kerugian negara tersebut. Pasal 51 ayat (1), (2) dan (3) serta penjelasannya hanya berkaitan dengan sengketa warga masyarakat hukum adat setempat.
Yang jadi masalah adalah kerugian negara yang diakibatkan oleh para oknum-oknum pejabat negara maupun mereka yang bukan pejabat negara dan tidak dapat dibawa ke ranah hukum adat, karena merupakan kasus pidana murni.
Untuk itu biarlah proses ini berjalan sesuai hukum yang berlaku dan para pengacara LE harus bisa membuktikan darimana aliran dana tersebut, sehingga masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di Tanah Papua, benar-benar tahu kebenaran aliran dana tersebut. Hormati azas praduga tak bersalah bagi LE, namun kita tidak boleh lengah dan memaksa sesuai asumsi-asumsi yang kita buat karena phobia terhadap hukum
Menurut Jeffrey A. Winters, “Tidak boleh phobia hukum kecuali mereka yang kelompoknya oligarki yang mengutamakan kekuasaan untuk “mempertahankan kekayaannya.’’ (Dimodifikasi dari wawancara Omar Ocampo, peneliti dari Institute for Policy Studies, bersama Jeffrey Winters.https://www.berdikarionline.com/jeffrey-winters-esensi-oligarki-adalah-pertahanan-kekayaan/).
Demikian juga Mahatma Gandhi mengatakan, “Kemenangan yang didapat dengan kekerasan sama dengan kekalahan, hal tersebut hanyalah sementara.” (Zulfa Simatur, Jakarta 2013 :hal.312). Nelson Mandela mengatakan, “Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan kita untuk mencapai negara tanpa kekerasan tidak berhasil, selain menciptakan ide-ide yang menyimpang.” (Dimodifikasi dari Hywel Williams, “Great Speeches Of Our Time”, London, 2013:hal.130).
Orang Asli Papua (OAP) harus berdamai satu sama lainnya, karena kemenangan yang diperoleh dengan kekerasan itu sama saja dengan kekalahan, seperti apa yang dikatakan Mahatma Gandhi. Sebaliknya OAP harus membuat kehidupan sosialnya taat pada hukum, bukan tanpa hukum atau anarkis. (Th.Bambang Murtianto dan Stevano Brando Thoviano, Perilaku Hukum, Jakarta, 1976:hal.163).
“We have placed our bets on favored leaders and pushed particular strategies of transition. Some of those leaders have turned out to be incompetent, others to have been corrupt, and some both…. Policies must be designed not for how they might be implemented in an ideal world, but how they will be implemented in the world in which we live” (Joseph Stiglitz, Globalization and its discontents, London, 2002:hal.194)
Kasus LE adalah batu ujian yang harus dijawab oleh negara agar bangsa Indonesia bisa langgeng, utuh dan bersatu dalam bingkai NKRI. (Penulis adalah mantan Menhub, mantan Menteri PAN-RB, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, mantan Duta Besar RI untuk Italia dan Malta, dan mantan Gubernur Papua).