Prof. Gayus Lumbuun (nt)
JAKARTA, REPORTER.ID – Mantan Hakim Agung Prof. Gayus Lumbuun mengatakan, pihaknya mengusulkan dilakukannya reformasi hukum untuk perbaikan peradilan di Indonesia yang sekarang kondisinya cukup memprihatinkan. Saat menjabat Hakim Agung, dirinya juga lakukan perbaikan peradilan. Banyak hakim yang dia berhentikan karena lakukan pelanggaran hukum yang menciderai kewibawaan dan kehormatan peradilan. Sampai sekarang Gayus terus lakukan upaya-upaya untuk memperbaiki peradilan yang kian carut marut. Hal itu disampaikan Gayus dalam diskusi hukum bertajuk ‘Mendesak Reformasi Hukum Secara Total’ di Hotel Aston, Pondok Indah, Jakarta Selatan, kemarin.
Beberapa tahun lalu, ujar Gayus, mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra mengatakan, tidak bisa kita mengisi ember dengan air yang bersih kalau di dalamnya masih ada air yang kotor. Jadi, harus dibuang dulu air kotor tersebut. Almarhum Prof. Sahetapy mengatakan, ikan busuk itu dari kepalanya. Dalam dunia peradilan, kepala ikan yang dimaksud itu adalah Mahkamah Agung. Jadi memang perlu bersih-bersih di lingkungan Mahkamah Agung,’’ kata Gayus Lumbuun.
Ia lalu menyoroti proses pengambilan keputusan di MA yang dinilainya tidak transparan. Publik tidak bisa melihat apa saja yang dilakukan para hakim agung dalam menangani perkara, apa yang dibahas hakim, apa yang dilakukan dalam memutus perkara, apa pertimbangan-pertimbangan hukum yang disampaikan dalam musyawarah para hakim agung dalam memutus perkara, siapa yang tak setuju terhadap rumusan putusan hakim sehingga mengajukan dissenting opinion dan sebagainya. Semua itu tidak diketahui public karena tidak ada transparansi semenjak Mahkamah Agung didirikan.
Gayus menyampaikan, para pencari keadilan yang menjadi korban hakim-hakim agung nakal harus dicarikan solusi yang sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Nasib mereka harus diurus, tidak boleh dibiarkan begitu saja. Memang hakim agung yang jadi tersangka nantinya akan diadili, tetapi bagaimana dengan nasib pencari keadilan yang menjadi korban, mau dikemanakan mereka? Ini satu persoalan serius yang harus dicarikan jalan keluar yang sebaik-baiknya. Kalau tidak, publik tidak percaya kepada hukum karena tidak ada keadilan.
Menurut Gayus, publik tidak perlu hadir ke gedung MA untuk menyaksikan jalannya sidang kasasi dan sidang PK. Tetapi harus difasilitasi agar jalannya persidangan itu bisa dilakukan secara virtual dan hasil-hasil keputusannya ditayangkan ke publik sehingga mereka bisa menyaksikan sekaligus mengawasi jalannya persidangan yang adil. Pada intinya, harus ada transparansi dalam persidangan di Mahkamah Agung. Sekarang ini tidak kan, sidang-sidang MA berlangsung tertutup, sehingga ini membuka peluang terjadinya praktik persuapan dalam penanganan perkara, ini akibat publik tidak bisa mengawasi jalannya persidangan di MA.
Mantan vokalis Komisi III DPR ini mengatakan, pemerintah perlu membentuk lembaga baru tentang eksaminasi nasional. Karena untuk urusan bencana alam, pemerintah membentuk BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), untuk anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual, pemerintah bikin UU tentang Kebiri. ‘’Nah, untuk para pencari keadilan yang menjadi korban hakim-hakim nakal, saya pikir perlu dibentuk Badan Eksminasi Nasional,’’ ujar Gayus.
Dijelaskam, untuk hakim-hakim pengadilan negeri dan tinggi sudah ada rambu-rambunya, yakni Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 1967. Dalam SEMA itu diatur, jika di pengadilan negeri pengadilan tinggi ditemukan pelanggaran, laporkan ke Mahkamah Agung. Tetapi jika ada hakim agung yang lakukan kesalahan, belum ada aturan untuk melapor. Oleh karena itu, pemerintah perlu memfasilitasi pembentukan Badan Eksaminasi Nasional. (HPS)