PUTUSAN PN JAKARTA PUSAT YANG BERIMBAS PENUNDAAN PELAKSANAAN PEMILU MENURUT HUKUM ACARA

oleh
oleh

Muchyar Yara (net)

Oleh : Muchyar Yara

Bebrapa hari lalu, tanggal 2 Maret 2023, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan perkara gugatan perbuatan melawan yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) sebagai penggugat terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku tergugat, adapun amar putusannya adalah sebagai berikut :

  1. Menerima gugatan penggugat Partai Prima untuk seluruhnya.
  2. Menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat.
  3. Menyatakan tergugat (KPU) telah melakukan perbuatan melawan hukum.
  4. Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada penggugat.
  5. Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun, 4 bulan, 7 hari.
  6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad).
  7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada tergugat sebesar Rp410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).

Tulisan ini hanya bermaksud mengkaji amar putusan PN Jakarta Pusat di atas dari sudut Hukum Acara yang berlaku menurut peraturan perundangan-undangan.

Amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diatas bila ditinjau dari sudut Hukum Acara dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Bertentangan dengan Kompetensi Absolut

Kompetensi absolut adalah hak dan kewenangan suatu pengadilan untuk mengadili sebuah perkara. Suatu perkara yang berkenaan dengan putusan dan/atau tindakan  Pejabat Pemerintahan dan/atau Badan Pemerintahan harus diadili oleh (kompetensi abdolutnya) Pengadilan Tata usaha Negara (PTUN).

Perkara aquo adalah berkenaan dengan tuntutan perbuatan melawan hukum (tindakan) yang dilakukan oleh sebuah Badan Pemerintahan (KPU), sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang merupakan pengadilan umum, tidak berwenang mengadili perkara aquo (tidak mempunyai atau melanggar kompetensi yuridisnya). Sehingga seharusnya demi hukum, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak untuk memeriksa dan mengadili perkara aquo, dengan alasan di luar kompetensi yudisisnya. Jika Pengadilan negeri Jakarta Pusat tetap memeriksa, mengadilan kemudian menutuskan perkara aquo, maka putusan Pengadilan negeri Jakata Pusat batal demi hukum, artinya secara hukum  putusan tersebut dianggap tidak pernah ada.

 

2. Ultra Petitum

Amar putusan butir yang berbunyi : “Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun, 4 bulan, 7 hari“

Amar putusan diatas secara otomatis berakibat tertundanya pemilihan umum selama waktu : 2 tahun 4 bulan 7 hari + tahapan persiapan Pemilu yang sudah dilaksanakan ( karena harus diulangi dari awal) + sisa tahapan Pemilu yang belum dilaksanakan, total penundaannya kurang lebih mencapai 4 tahunan.

Putusan diatas tidak ada kaitannya dan/atau berlebihan dari pokok perkara (ultra petitum). Sementara untuk pokok perkara telah cukup diputuskan pada amar butir 1 s/d 4.

Pokok perkara adalah mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU (tergugat) terhadap Partai Prima (penggugat), yaitu berupa putusan yang menyatakan Partai Prima tidak lolos dalam verifikasi administrasi, tetapi akibat dari putusan yang bersangkutan  berdampak kepada pihak-pihak di luar Partai Prima, yaitu :

Partai-partai politik lainnya yang sudah lolos dari verifikasi administrasi, harus mengulangi lagi tahapan verifikasi administrasi, jelas hal ini merugikan bagi partai-partai politik lainnya itu, padahal mereka tidak terlibat dalam pokok perkara aquo.

Seluruh rakyat Indonesia dirugikan karena dengan tertundanya Pemilu, maka pelaksanaan hak demokrasi mereka menjadi tertunda.

Dengan demikian jelas amar putusan diatas melebihi tuntutan dalam pokok perkara (Ultra Petitum).Putusan yang mengandung UltraPetetitum tidak dapat dieksekusi.

3. Putusan uitvoerbaar bij voorraad

Mahkamah Agung telah melarang putusan uitvoerbaar bij vooraad. Putusan diatas juga terasa janggal, karena perbuatan melawan hukumnya (memutuskan penggugat tidak lolos verifikasi administrasi) tidak dihukum, tetapi ditetapkan ganti kerugian sebesar 500 Juta rupiah. Seyogya kan KPU dihukum membatalkan putusan yang tidak meloloskan Partai Primana dalam verifikasi administrasi serta menetapkan penggugat lolos verifikasi administrasi.

4. Upaya Hukum

Sekalipun putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di atas cacat hukum, namun pihak KPU tetap diharuskan melakukan upaya hukum melalui pengajuan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta dan Pengadilan Tinggi seyogyanya memutuskan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat aquo.

Cacad hukum yang terdapat di dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat aquo (melanggar kompetenti absolut, ultra petitum dan uitvoebaar bij vooraad)  sebenarnya bersifat sangat elementer. Hakim yang paling yunior sekalipun mengetahuinya dan tidak akan melakukannya, sementara hakim yang mengadili perkara aquo tergolong hakim senior, tetapi mengapa membuat putusan yang cacad hukum? Hal ini perlu diselidiki secara mendalam oleh Mahkamah Agung. Sejalan dengan usulan Prof.Dr. Jimly Asshidiqie agar Mahkamah Agung memecat hakim yang mengadili perkara aquo, tidaklah berlebihan untuk menjadi pelajaran bagi hakim-hakim lainnya. (Penulis adalah mantan Staf Pengajar HTN-UI, pengacara, dan aktivis GMNI).

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id