JAKARTA,REPORTER.ID – Selama ini pemerintah khususnya lembaga atau badan.yang berwenang seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional, Bulog, dan sebagainya kurang menyentuh hulu sebagai sumber pokok produksi pangan nasional. Misalnya padi (beras), tebu (gula), sawit (minyak), ayam (telur), kedelai (tempe dan tahu), sapi, ayam (daging), dan sebagainya.
“Kita sibuk mengendalikan harga dan ketersediaan kebutuhan pokok khususunya menjelang lebaran idul fitri dan hari-hari besar lainnya. Dari dulu seperti ini dan terus berulang-ulang. Padahal, kalau hulunya dibenahi dipastikan harga dan ketersediaan pangan itu terkendali,” tegas Ibnu Multazam.
Hal itu ditegaskan anggota Komisi IV DPR RI FPKB itu dalam dialektika demokrasi “Menjaga Stabilitas Harga Pangan Jelang Lebaran 2023” bersama pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Ibnu Multazam lebih lanjut mengatakan, jika amanah konstitusi itu adalah menjaga kedaulatan pangan, dan kedaulatan ini bisa terwujud jika hulunya dibenahi. “Kalau hanya menjaga stabilitas harga, mengendalikan ketersediaan dan kemandirian pangan itu belum berdaulat, karena semuanya bisa dipenuhi dengan impor. Sementara misalnya petani lagi panen raya lalu impir, maka harga gabah di petani pun bisa anjlok. Ini kan tidak adil,” jelasnya.
UU No.12 tahun 2022 tentang pembentukan badan pangan nasional (Bapanas) yang bertanggungjawab langsung kepada presiden adalah untuk perkuat produksi pangan tertentu. Juga Idfood, RNI, harusnya perkuat dengan menanam tebu untuk menjaga produksi gula nasional, seperti Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) zaman dulu. Sanghiyangsri, Berdikari, dan lain-lain harus didorong ke hulu, bukan hilir, agar ketahanan, kedaulatan dan kemandirian pangan itu terwujud.
Sedangkan Khudori mengakui jika saat ini tidak ada lonjakan harga dan kelangkaan pangan yang signifikan dibanding tahun tahun sebelumnya. Untuk harga bagi komoditas tertentu malah mengalami penurunan.
Kenapa demikian, menurut Khudori masalahnya hanya problem pasar yang tidak mampu dikelola oleh pemerintah. “Jadi harga terkendali karena ekonomi di bawah mulai pulih, hanya daya beli yang masih terbatas. Banyak orang di pusat perbelanjaan tapi daya beli tetap berkurang,” ungkapnya.
Karena itu, pemerintah harus koordinasikan pelaksanaannya dalam mengelola kedaulatan pangan tersebut. Mulai dari pola tanam bagaimana bisa dilakukan selama sepanjang tahun.
Selama ini produksinya bersifat musiman. Padi misalnya, hanya ada di sebelas provinsi dan didominasi Jawa (56%) produk padi, jagung, kedelei, tebu, belum tergantikan.
“Karena produksinya tidak sepanjang tahun, tergantung cuaca, maka dibutuhkan pengelolaan stok. Jadi, pengendalian harga, dan ketersediaan pangan ini masih menjadi PR pemerintah yang belum selesai,” ungkapnya.