JAKARTA,REPORTER.ID – Dengan disahkannnya RUU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) pada Selasa (5/12/2023) lalu, maka tak ada lagi apa yang disebut sebagai pasal karet. Khususnya pasal 27 dan 28 terkait SARA (suku, agama, rasdan antar golongan), dan kebebasan berpendapat. Terkait antar golongan dalam UU ITE ini definisinya sekarang sudah jelas, demikian pula kebebasan berpendapat.
“Jadi, dalam UU ITE yang baru disahkan itu tak ada lagi apa yang disebut sebagai pasal karet. Pasal tarik ulur yang abu-abu dan sering digunakan untuk kepentingan politik tertentu,” tegas Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburrokhman.
Hal itu disampaikan Habiburrokhman dalam diskusi forum legislasi “Revisi UU ITE Disahkan, Upaya Perkuat Sistem Keamanan Transaksi Elektronik” bersama Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono, Ketua Tim Peliputan, Biro Hubungan Masyarakat dan Kemenkominfo, M Taufiq Hidayat, dan Ketua Asosiasi Digital Trust Indonesia (ADTI) Marshall Pribadi di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tersebut sudah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI, pada Selasa (5/12/2023) lalu.
Lebih lanjut Habiburrokhman menegaskan bahwa kebebasan berpendapat itu tidak boleh menyebarkan berita bohong atau hoaks. Karena itu, penyempurnaan UU ITE ini, sejalan dan senapas dengan yang diatur dalam KUHP baru dan sesuai dengan harapan publik. “Sembilan fraksi di DPR ini sudah maksimal dari segi regulasi, meski ke depan kita mesti mendorong berbagai macam reformasi di bidang regulasi,” ungkapnya.
Dave Laksono menilai sebuah UU harus menyesuaikan dengan perkembangan jaman untuk menghadirkan ruamg digital yang bersih, produktif, dan melindungi masyarakat, bangsa dan negara. “Kita butuh hukum yang komprehensif untuk memperkuat jaminan kebebasan orang lain. “Pendek kata UU ITE ini dimanfaatlan untuk menopang kemajuan bangsa dan negara,” tambahnya.
Taifik Hidayat juga mengakui jika UU ITE setelah direvisi sekarang ini, sudah tidak lagi multitafsir. “Dan, yang terpenting lagi dalam perkembangan terakhir ini perilaku pribadi dalam penyebaran berita hoaks turun drastis dibanding 2014 dan 2019,” katanya.