Sebaiknya Dibuat Aturan, ASN Tidak Boleh Memilih dan Dipilih

oleh
oleh

H. Bambang Kustopo

Oleh : H. Bambang Kustopo

Pengamat Hukum dan Politik

 

Aparatur Sipil Negara atau ASN, akhir2 ini mempunyai nilai jual (dalam bentuk) suara yang tinggi, mengingat jumlah ASN yang besar, belum lagi keluarganya untuk menjadi komuditas pemilih.

Sifat dari ASN yg sebagian besar masih fathernalistik, artinya akan mengikuti perintah pimpinan baik yang disampaikan secara tersurat maupun tersirat.

Dan itu akan selalu menjadi rebutan para calon untuk pesta lima tahunan, siapa yang menjadi korban, tentu si ASN itu sendiri karena boleh memilih tetapi tidak boleh memihak, hal ini akan sangat sulit diterapkan karena setiap memilih pasti sudah memihak, dan tidak mungkin akan dapat netral 100 persen.

Pertanyaannya, KENAPA SELALU JADI REBUTAN PARA CALON ???? Karena jumlahnya yang jutaan itu tadi ditammbah keluarganya, sampai saat ini jumlah ASN di Indonesia mencapai 4,28 juta orang, hitung kasar jika 1 ASN punya 1 isteri/ suami ditambah 2 anak sudah sama dengan 4,28 juta di X 5= 21,4 juta jiwa = 21,4 suara, jadi suara yg sangat besar bagi calon yg sedang berlaga.

Jika ada ASN yang tidak netral, dia sendiri akan jadi korban, sedangkan calon yang dibela setengah mati, maka jika dia jadi, dia saja yang menikmati secara langsung posisi empuk itu sedangkan sang ASN kalau ketahuan akan dijatuhi pidana. Tentu saja dipecat dari kerjaannya, sehingga keluarganya akan terlantar mengingat rata-rata ASN tidak punya keterampilan selain menjadi ASN yang tinggal menunggu gajian setiap tanggal 1.

Hal itu sudah banyak contohnya. Ketika ada PEMILU atau PEMILIHAN, ASN yang berpihak pada calon tertentu akan  dipecat. Kalau sampai terjadi kecelakaan pada waktu kampanye, paling-paling sang CALON YANG JADI, hanya menjenguk. Bahkan kadang-kadang hanya membuat pernyataan di medsos yang isinya “ikut prihatin atas kejadian itu”.

Kenapa tidak dibuat suatu aturan saja, ASN TIDAK BOLEH MEMILIH MAUPUN DIPILIH”, toh TNI dan POLRI juga tidak ikut memilih maupun dipilih tapi adem-ayem saja.

Sekali lagi, kasihan ASN hanya menjadi komuditas (obyek) dalam PEMILU MAUPUN PEMILIHAN yang tidak akan diperhatikan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Janji dalam kampanye baik PEMILU maupun PEMILIHAN tidak bisa dimintai pertanggungjawaban jika janjinya tidak ditepati sampai kurun waktu 5 tahunan habis. Ini menjadi SENJATA YANG AMPUHH untuk 5 tahunan berikutnya agar terpilih kembali, dengan dalih AKAN MEMENUHI JANJINYA untuk 5 tahunan ke depan. Bahkan ada janji yang di luar nalar sehat untuk membius calon pemilih agar memilihnya kembali. Saran saya lebih baik dibuatkan suatu aturan bahwa ASN tidak boleh memilih maupun dipilih sebagaimana anggota TNI dan Polri.