Prof. Amir Santoso
Oleh : Prof. Amir Santoso
Mungkin bukan hanya saya tapi banyak juga orang lain yang jengkel setiap kali melihat poster besar capres dan cawapres yang digambarkan seperti bocah tembem dengan mata besar. Bagi saya poster seperti itu terasa menghina, atau mungkin juga banyak orang lain yang punya perasaan yang sama dengan saya. Namun, saya juga paham bahwa pasti ada warga masyarakat yang terhibur memandang poster tersebut.
Bagi saya dan yang sepaham, poster bergaya bocah itu seperti menganggap negara ini bisa diperintah sambil bermain-main dengan berdangdut ria. Tidak ada kesan keseriusan samasekali. Poster itu juga tampak menganggap publik sebagai sekumpulan anak kecil yang bodoh dan mudah dibodohin. Cukup diberi janji makan siang gratis dan susu setiap hari, maka selesailah semua urusan negara.
Memang banyak dokter yang menyarankan agar makin tua kita, jangan banyak mikir lagi, hidup santai, goyang badan alias berolahraga sambil dangdutan. Tapi jika ada orang yang sudah tua ingin menjadi kepala pemerintahan dan kepala negara, justru nasehat dokter tersebut harus diabaikan.
Apalagi jika wakilnya masih terlalu muda dan tidak punya pengalaman dalam pemerintahan dan urusan kenegaraan. Maka kepala negara sepuh seperti itu perlu lebih banyak turun tangan mengurus pemerintahan dan mengurus negara. Sebab jika mengurus negara tanpa banyak mikir, bisa gawat ini negara.
Menjadi wakil presiden juga bukan bisa dilakukan sambil main petak umpet seperti mencari tikus di pematang sawah. Wakil presiden itu jabatan tinggi dan sangat terhormat di negara manapun.
Jika presiden berhalangan, wakil presidenlah yang menjalankan peran dan tugas kepresidenan. Wapres itulah nanti yang akan memimpin sidang kabinet yang berisi menteri-menteri yang tentunya para ahli di bidang masing-masing.
Wapres juga yang akan mewakili presiden berhadapan dengan DPR pada saat-saat tertentu. Wapres pula kadang-kadang berkunjung ke negara lain mewakili Indonesia. Mungkin juga ke sidang umum PBB.
Apalagi jika presidennya wafat, maka otomatis wakil presiden itulah yang akan naik menjadi presiden. Masak iya negara sebesar dan seluas Indonesia diperintah oleh anak baru gede yang kemampuannya masih diragukan oleh banyak orang ?
Bagi saya usia bukan terlalu menjadi persoalan. Sebab di negara lain banyak orang muda yang dipilih menjadi presiden atau perdana menteri. Yang penting anak muda itu punya pengetahuan dan pengalaman yang luas dan kemampuan yang sudah terbukti dalam mengurus administrasi pemerintahan dalam skala kecil dan menengah sehingga wakil itu tidak perlu belajar dari awal lagi mengenai cara-cara memimpin pemerintahan dalam skala yang lebih luas.
Kalau bercermin dari pilpres di negara lain, memang ada sedikit kasus dimana anak atau keluarga presiden atau perdana menteri yang terpilih menjadi presiden atau perdana menteri seperti orangtua mereka.
Sebutlah misalnya keluarga Nehru di India dulu, atau sekarang anaknya Marcos bernama Bongbong terpilih menjadi presiden Philippina. Tapi mereka sudah dipersiapkan dengan cara dididik secara serius dan diberi pengalaman pemerintahan terlebih dulu, baru diikutkan dalam pilpres. Bukan tiba-tiba dicalonkan tanpa proses pematangan jiwa dan intelektualnya.
Tanpa proses penyiapan yang memadai maka publik kita dipaksa untuk memilih calon pemimpin bangsa yang emosian, tidak tahu banyak masalah bangsa dan cara menangani masalah-masalah tersebut; suka bersikap sombong terhadap orang lain dan bawahannya; dan tampak samasekali tidak matang sebagai calon pemimpin bangsa.
Jadi kepada para calon pemimpin negara yang sedang berkampanye saat ini tolonglah pandang bangsa kita ini sebagai bangsa besar, yang sudah dewasa, bukan bangsa ecek-ecek yang butuh perlakuan sebagai anak balita.
Jangan memperlakukan kami sebagai anak ingusan. Memang sebagian dari bangsa kita masih kurang terdidik dan masih miskin. Tapi bantulah agar mereka bisa menjadi bangsa yang mampu bersikap mandiri dengan cara tidak terus menerus diberi bansos dengan cara dilempar dari mobil seperti dulu nyonya kolonial memperlakukan budaknya atau orang miskin disekitarnya.
Bantulah kami menjaga marwah atau martabat kami sebagai bangsa besar yang sejajar dengan bangsa lainnya di dunia lainnya, bukan sebagai bangsa pengemis.
Capres dan cawapres silakan terus berkampanye tapi bersikaplah sebagai calon presiden dan calon wakil presiden yang menampilkan kedewasaan dan intelektualitas yang memadai. Bukan sebagai capres dan cawapres yang tampil karena dikarbit melainkan yang matang di pohon.
Karena itu sebaiknya tim kampanye capres dan cawapres segera menurunkan poster atau baliho yang menampilkan capres dan cawapres yang seperti anak balita karena kita harus mendidik bangsa kita terutama generasi millineal untuk berpikir dan bersikap seperti warga yang sudah dewasa dan intelek dalam cara berpikirnya. (Amir Santoso adalah Guru Besar Ilmu Politik FISIP UI)