AI Dapat Digunakan Untuk Alat Bukti Dalam Persidangan Perkara Perdata Maupun Pidana

oleh
oleh

H. Bambang Kustopo, SH, MH

 

Oleh : H. Bambang Kustopo, SH, MH

Humas Pengurus Daerah IKAHI Jatim

 

Dalam menyambut HUT IKAHI KE 71, Pengurus Daerah IKAHI Jawa Timur yang terdiri Hakim-Hakim 4 (empat) lingkungan badan peradilan, yaitu Pengadilan Umum, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer dan Pengadilan TUN menyelenggarakan seminar sehari bertema Artifficial intelligence dan Pembuktian Elektronik dalam Peradilan. Seminar dilaksanakan di Sangrila Hotel Surabaya, tanggal 4 Maret 2024.

Selain diikuti para Hakim Tingkat Banding dan Tingkat Pertama dari 4 (empat) lingkungan juga diikuti para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surbaya. Para hakim maupun mahasiswa tampak sangat antusias mengikuti seminar. Hal itu karena tema yang diangkat sangat kekinian, juga karena narasumber yang tampil adalah Hakim Agung, YM Bapak Syamsul Maarih, S.H., LLM., PhD dari Kamar Perdata Mahkamah Agung dan Dr. Edmon Makarim, S.H.,LLM, dosen Fakultas Hukum Universitas Iundonesia yang tidak diragukan lagi kualitasnya.

Hakim atau pengadilan tidak bisa menutup mata dengan perkembangan teknologi informasi yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat, para hakim dan pengadilan harus bisa menjawab tantangan tersebut oleh karena suatu ketika menjadi sengketa perdata maupun kasus pidana yang masuk ke pengadilan, maka para hakimnya harus sudah siap.

Sebagaimana diketahui, regulasi untuk itu sudah ada. Antara lain Undang-undang  Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana yang telah dirubah oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, kemudian dipertegas dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 tentang keabsahan alat bukti  elektronik dalam sistem peradilan Indonesia.

Mahkamah Agung dalam rangka mewujudkan peradilan modern telah banyak membuat terobosan dan kebijakan, di antaranya dengan menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 yang diubah dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 tentang Administrasi dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.

Dalam penerapan peraturan tersebut di kalangan satuan kerja masih saja terjadi disparitas pemahaman, mengingat begitu banyaknya aturan terkait tentang elektronik dasar, kebijakan maupun dampak dari produk elektronik itu sendiri. Agar pada tataran implementasi terjadi kesamaan pemahaman di semua lingkungan peradilan yang saat memeriksa perkara menggunakan tata cara elektronik.

Dari hasil seminar ini dapat diambil kesimpulan bahwa AI dapat digunakan untuk alat bukti dalam persidangan perkara perdata maupun pidana, asal ada alat bukti lainnya yang mendukung, dan sebagai petunjuk bagi hakim untuk memutus suatu perkara yang sedang ditanganinya.

Sebagaimana disampaikan Ketua Mahkamah Agung dalam sidang istimewa pada waktu laporan tahunan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2023, bahwa saat ini Mahkamah Agung mulai mengembangkan suatu teknologi informasi berbasis kecerdasan buatan sebagai decision suport system (DSS) yang dapat memberikan informasi sedini mungkin tentang kemungkinan kesamaan suatu perkara dalam kasus yang sama dan pernah diajukan dan telah diputus dan mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkracht) sehingga jika diajukan lagi akan lebih mudah terdeteksi.

Kebijakan Mahkamah Agung terhadap pemanfaatan sistem artificial intelligence seperti ini, akan dikembangkan di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat  Banding sebagai yudex fakcie untuk membantu kinerja penanganan perkara.

Adalah suatu keniscayaan bahwa badan peradilan mengikuti perkembangan zaman dengan selalu mengembangkan teknologi informasi yang mengarah pada penggunaan perangkat cerdas yang secara signifikan mampu memberikan keakuratan dan ketelitian dalam membantu tugas dan pekerjaan para hakim dalam memeriksa dan memutus perkara yang sedang ditangani guna memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pencari keadilan.

Sebuah perangkat seperti Artificial Intelligence dapat berperan dalam membantu proses penegakan hukum dalam melaksanakan teknis administrasi perkara saja, seperti membuat putusan dengan rapi, lancar, dan terbaca dengan baik.

Artificial Intelligence dapat membentuk proses penegakan hukum dengan memilih hakim yang tepat sesuai dengan perkara yang sedang dihadapi dan disesuaikan dengan beban kerja hakim/majelis hakim. Namun demikian, Artificial Intelligence hanyalah suatu alat belaka yang tidak mempunyai nurani, sehingga untuk memutus suatu perkara harus tetap diperlukan intuisi dan hati nurani seorang hakim.

Jadi Artificial Intelligence tetap dibutuhkan didunia peradilan Indonesia tugasnya sekedar membantu hakim yang menangani perkara sebagai petunjuk. (Penulis adalah Hakim Tinggi Lingkungan Hidup Pada Pengadilan Tinggi Surabaya, dan juga sebagai Humas Pengurus Daerah IKAHI Jawa Timur )