PDIP RESMI GUGAT KPU KE PTUN, MINTA HASIL PENETAPAN PILPRES DICABUT

oleh
oleh

Tim Hukum PDIP, Gayus Luumbun (net)

Tim Hukum PDIP yang dipimpin mantan Hakim Agung Gayus Luumbun secara resmi menggugat KPU ke PTUN atas dugaan perbuatan melawan hukum pada Pemilu 2024. Gugatan dilayangkan pada Selasa (2/4) dengan nomor register 133/G/2024/PTUN.JKT.

“Hari ini kami memasukkan gugatan melalui PTUN spesifik tentang perbuatan melawan hukum oleh pemerintahan yang berkuasa dalam hal ini utamanya adalah KPU,” kata Gayus Lumbuun di gedung PTUN, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (2/4).

Gayus menyebut gugatan PDIP di PTUN berbeda dengan gugatan sebelumnya ke MK. Dalam gugatan kali ini, Gayus menyebut spesifik dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU. Sementara di MK, gugatan hanya berkenaan dengan sengketa pemilu.

Gayus mengungkap dugaan perbuatan melawan hukum KPU secara spesifik berdampak pada pencalonan Gibran Rakabuming sebagai cawapres Prabowo Subianto. Selain itu, PDIP juga menggugat pemerintahan Presiden Jokowi karena dinilai telah ikut membantu pemenangan mereka sebagai capres cawapres nomor urut 2.

“Saya katakan tadi, gugatan fokus pada tindakan KPU tahun 2024, bahwa perbuatan melawan hukum tersebut berdampak pada penetapan calon presiden dan wakil presiden yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres,” katanya.

Gayus menambahkan, dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah, terutama KPU, mengakibatkan PDIP sebagai pihak yang dirugikan. Termasuk di dalamnya PDIP sebagai salah satu partai pengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

“Bahwa PDIP sebagai partai pengusung Ganjar Mahfud merupakan salah satu pihak yang dirugikan atas perbuatan melawan hukum tersebut. Itu inti dari apa yang kami ajukan yang sudah kami daftarkan,” imbuh Gayus.

Sementara itu, anggota Tim Hukum PDIP Erna Ratnaningsih — seperti dikutip dari Detiknews — menuturkan, KPU masih memakai PKPU Nomor 19 Tahun 2023 atau aturan lama ketika menerima pencalonan Gibran sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. Menurutnya, tindakan tersebut melanggar hukum.

“Dalam hal ini ketika KPU menerima pendaftaran, KPU masih menggunakan peraturan yang lama, PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Artinya tindakan KPU ini, melanggar ketentuan hukum, melanggar kepastian hukum, dimana dia memberlakukan peraturan yang berlaku surut,” kata Erna. Menurut dia, KPU menerima pendaftaran para capres-cawapres pada 27 Oktober 2023 tanpa mengubah PKPU Nomor 19.

Adapun, persyaratan capres-cawapres berdasarkan PKPU Nomor 19 belum disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah Pasal 169 huruf q UU Pemilu. “Jadi, KPU melakukan pendaftaran pada tanggal 25 dan 27 Oktober 2024. Sementara atas hasil putusan Mahkamah Konstitusi ini, KPU kemudian merubah menjadi PKPU Nomor 23 Tahun 2023, pada tanggal 3 November 2023. Artinya mekanisme atau proses pendaftaran dan penetapan capres dan cawapres itu, itu dilakukan melanggar hukum atau cacat hukum,” kata dia.

“Kami dari Tim Perjuangan Proses Hukum Pemilu, dalam hal ini melihat bahwa praktik-praktik seperti ini, ini tidak bisa terjadi lagi di kemudian hari karena nanti tahun ini kita juga akan melaksanakan pilkada atau pilgub,” ujar Erna.

Setidaknya, tim PDI memohonkan empat hal diputuskan pengadilan ketika menggugat KPU ke PTUN. Tim PDI meminta pengadilan memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD, DPD, dan seterusnya.

“Memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024,” kata Erna. Kemudian Tim PDI meminta PTUN memerintahkan kepada tergugat untuk tidak menerbitkan atau melakukan tindakan administrasi apa pun sampai keputusan yang berkekuatan hukum tetap.

“Dalam pokok permohonan, kami meminta bahwa majelis hakim nanti akan menerima dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Menyatakan batal keputusan Nomor 360, keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 dan seterusnya,” kata Erna. “Memerintahkan tergugat untuk mencabut kembali keputusan KPU nomor 360 tahun 2024 dan seterusnya serta yang terakhir adalah memerintahkan tergugat untuk melakukan tindakan, mencabut dan mencoret pasangan capres Prabowo dan cawapres Gibran sebagaimana tercantum dalam keputusan KPU nomor 360 tahun 2024,” imbuh Erna. (HPS)