JAKARTA,REPORTER.ID – Rancangan Undang-Undamg (RUU) Daerah Kepulauan ini sudah sekitar 20 tahun dibahas oleh DPR RI dan DPD RI, namun persolannya ada di pemerintah. Meski Presiden sudah terbitkan Surat Presiden (Surpres), tapi dalam pembahasannya banyak kendala. Khususnya terkait masalah kelautan. Ini pula yang membuat Menkopolhukam RI enggan melanjutkan RUU inisiatif DPD RI tersebut.
Wakil Ketua Baleg DPD RI FPPP Achmad Baidowi (Awiek), anggota DPR RI FPG Emanuel Melkiades Laka Lena (Melki) Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono dan pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan sepakat jika RUU Daerah Kepulauan ini penting bagi daerah kepulauan, khususnya untuk mempercepat kesejahteraan dan kemajuan daerah. Tinggal politicall will, kemauan politik pemerintah.
Demikian yang mengemuka dalam Forum Legislasi “RUU Daerah Kepulauan, Upaya Memperhatikan Pembangunan Daerah Kepulauan” di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, pada Selasa (8/7/2024).
Setidaknya kata Melki tiga hal yang menjadi perhatian di Indonesia Timur; yaitu pengelolaan sumber daya alam (SDA), administrasi birokrasi dan pelayanan kesehatan. “Itu program prioritas.yang bisa mempercepat kesejahteraan dan kemajuan daerah kepulauan. Khususnya di Indonesia Timur,” ujarnya.
Yang pasti menurut Awiek, nasib RUU Daerah Kepulauan ini sudah tidak masalah antara DPR dan DPD RI. Tinggal kemauan pemerintah. Hanya saja ketika dilakulan pembahasan atau rapat kerja (Raker), pihak pemerintah yang terkait dengan masalah kelauatan ini enggan bahkan tidak bersedia hadir.
Mengapa? “Di laut itu ada Bakamla (Badan Keamanan Laut), Polisi Air, Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, perbatasan laut, ketahanan dan pertahanan, Kementerian Kelauttan dan Perikanan dan lain-lain. Pada prinsipnya di laut itu jadi “dompet” -nya uang banyak pihk,” jelas Sekretaris Fraksi PPP DPR itu.
Namun demikian, Awiek optimis RUU ini akan ada solusi, negosiasi, dan sebagai langkah asimetris untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat kepulauan. “Cara pandang kita harus berbeda ketika membangun daerah daratan dan kelautan, yang jelas lebih sulit. Baik pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya. Kalau tidak selesai bisa dibahas, carry over DPR dan DPD ke depan,” ungkapnya.
Hal yang sama disampaikan
Nono Sampono, jika RUU ini tidak segera diundangkan maka akan banyak menghadapi masalah ke depan, terutama keamanan laut. Ia mengingatkan pentingnya ada institusi penegak hukum dan penjaga wilayah keamanan di perairan laut Indonesia yang luasnya tiga kali dari keseluruhan daratan NKRI ini, yaitu coast guard. “Seluruh dunia memiliki coast guard. Hanya Indonesia, Timor Leste dan Brunei yang tak punya,” jelasnya.
Coast guard ini bertugas menjaga keamanan laut dari berbagai ancaman yang bersifat non militer. Terlebih lanjut Nono, Indonesia ini negara maritim yang besar. Sehingga ia heran kepada Menkopolhukam RI, yang selalu ingin menunda pembahasan RUU Daerah Kepulauan ini. “Padahal DPD dan DPR RI sudah merumuskan RUU ini melalui proses panjang, melibatkan akademisi.dan bahkan studi banding ke luar negeri, kenapa ditunda-tunda terus?” tanya Nono kecewa.
Djohermansyah Djohan sangat mendukung disahkannya RUU ini, karena mempunyai keunikan dan berbeda dengan UU lain yang memiliki tujuan sama untuk mensejahterakan masyarakat. Delapan daerah kepulauan itu adalah Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, NTB, NTT, Bangka Belitung, Maluku Utara, dan Maluku.
“Daerah kepulauan ini memiliki karakter yang berbeda dengan wilayah daratan, model asimetris – desentralisasi. Jadi dalam pengembangannya diperlukan fiskal yang lebih dan pemimpin yang memiliki leadership yang mumpuni,” pungkasnya.