STRATEGI CHINA UNTUK MEREBUT SUPER POWER

oleh
oleh

Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi (net)

 

Oleh : Ambassador Freddy Numberi

1.Umum

Di tengah gejala kemunduran pihak Barat, khususnya Amerika Serikat (AS), kebangkitan China berubah dengan cepat, menunjukkan bahwa China merupakan negara “Super Power” baru yang harus diperhitungkan. Dalam waktu tiga dekade, China mengubah dirinya dari negara berkembang menjadi suatu negara yang kemampuan ekonominya nyaris sama dengan AS.

Kecepatan China dalam mengembangkan sains dan teknologi membuat China semakin percaya diri. Perubahan perimbangan kekuasaan dunia dan berkembangnya kawasan Asia Timur selaku pusat perekonomian baru dunia, merupakan lahan subur bagi tumbuhnya China versus AS.

Dunia kini melihat dengan jelas betapa kebangkitan ekonomi China, tidak dapat dibendung menimbulkan rasa cemas dan terancam bagi kalangan elite di Barat, khususnya AS. Bagi kalangan elite di AS, khususnya Donald Trump dan kalangan anti China, menganggap bahwa kemakmuran ekonomi China yang sedang dinikmati adalah hasil perampokan kemakmuran AS.

Bahkan lebih keras lagi kemakmuran ekonomi dan kebangkitan teknologi China, karena mencuri hak intelektual teknologi AS. Tuduhan ini mendorong AS untuk menghambat kemajuan dan teknologi China. Padahal, semakin kuatnya ekonomi dan teknologi suatu negara, tidak bisa dilepaskan dari proses inovasi yang juga dialami oleh banyak negara di dunia yang ingin maju.

Kebijakan Xi Jinping yang meluncurkan Belt and Road Initiative (BRI) dan Shanghai Cooperation (SCO) merupakan tantangan terhadap negara-negara barat semata-mata karena dicanangkan oleh suatu negara komunis dan bukan negara kapitalis liberal. Aktivitas China di Laut China Selatan dan Laut China Timur semakin meresahkan para pengambil keputusan di Washington.

Gagasan menghentikan agresivitas China diperlukan sebelum terlambat dan sulit dikendalikan. Genderang perang dagang yang ditabuh Trump, merupakan strategi untuk menghentikan kemajuan ekonomi dan teknologi China. Apakah perang dagang ini akan berubah menjadi perang dingin perdagangan, dimana masing-masing pihak memperkuat tembok ekonominya dengan kebijakan proteksionis yang ketat adalah sesuatu yang mungkin tidak diinginkan oleh siapapun.

Namun, satu hal jelas bahwa persaingan China versus Amerika Serikat semakin memanas. Sun Tzu, berkata : “To win without fighting is the best”. (Thomas Cleary, The Art Of War, Colorado, 1988:hal. VII)

2. Politik Luar Negeri Xi Jinping

Pada awal pemerintahan Xi Jinping mengutarakan gagasan politik luar negeri China dalam hubungannya dengan AS. Hubungan kedua negara dalam pandangan Xi Jinping harus didasarkan pada model baru hubungan antar negara besar di abad ke – 21.

Semangat dasar dalam hubungan internasional baru dengan AS yaitu : (1) Pengertian timbal balik disertai dengan kepercayaan strategis; (2) Menghormati dan menghargai kepentingan utama masing-masing pihak; (3) Kerjasama yang bermanfaat bagi kedua pihak; (4) Memperluas kerjasama dan koordinasi dalam masalah-masalah internasional dan isu-isu global yang berkembang.

Sementara itu, menurut Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, membangun model hubungan internasional baru yang berdasarkan “win-win” merupakan jalan panjang menuju masa depan kemanusiaan. Hubungan internasional baru juga bertujuan untuk menghindari mentalitas “zero-zum-game” yang menjadi dasar konflik semasa perang dingin antara AS versus Uni Soviet.

Model ini mendorong masing-masing negara untuk menghormati dan menghargai serta mengatasi tantangan global yang terus berkembang. Arah politik luar negeri China memasuki era pergesaran dari politik bersifat moderat menjadi lebih agresif, sebagaimana disampaikan Xi Jinping dalam kongres partai komunis ke -19 bulan Oktober 2017.

China dinyatakan Xi Jinping sebagai pemain yang semakin aktif dan berpengaruh di dunia internasional. China dewasa ini bukanlah negara yang menerima bantuan luar negeri seperti di masa lalu akan tetapi, China telah mengalami transformasi dari negara penerima menjadi negara pemberi bantuan luar negeri.

Sepanjang tahun 2000-2014, China telah memberikan bantuan kepada 140 negara sebanyak USD 354,3 milliar. Penekanan pada dimensi ekonomi dalam praktik politik luar negeri China dapat dilacak pada saat peluncuran Belt and Road Initiative (BRI) hanya beberapa bulan setelah Xi Jinping dilantik sebagai presiden China.

3. Belt and Road Initiative (BRI)

BRI merupakan soft diplomasi ekonomi China yang bertujuan untuk mendukung ekonomi bangsa-bangsa di dunia, terutama negara berkembang. BRI pertama kali dikenalkan Xi Jinping pada bulan Mei 2013 di Astana, Kazakhztan sebagai Silk Road Economic Belt. Sebuah visi strategis untuk membangun jaringan perdagangan dan infrastruktur yang menghubungkan China dengan Asia Tengah dan Eropa.

Pada tahun yang sama Xi Jinping juga mengumumkan kebijakan the 21st century Maritime Silk Road di Jakarta, Indonesia. Strategi ini bertujuan membangun jaringan ekonomi maritim yang menghubungkan Asia, Afrika dan Timur Tengah.

Menurut Xi Jinping, BRI merupakan strategi China untuk menuju “Impian China” (China’s Dream), yakni terbentuknya “negara sosialis china yang kuat dan makmur pada tahun 2050”.

4. Penutup

Walaupun waktu pencapaian ini masih cukup lama, namun bukan tidak mungkin bahwa China mampu mewujudkannya sebelum rencana waktu yang ditentukan. BRI merupakan solusi yang ditawarkan China untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan ketimpangan sosial ekonomi di tingkat internasional.

China akhirnya mendapat simpati dunia internasional karena membantu kemiskinan dan ketimpangan sosial di banyak negara di dunia. Itu memudahkan China untuk merebut “Super Power” dari AS. Sun Tzu, berkata : “Rapidity is essence of war, take advantage of the enemy’s unreadiness, make your way by expected routes, and attack unguarded spots” ( William A. Cohen, Ph.D., New Jersey, 2001:hal 147). (Penulis adalah Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi, mantan Menhub, mantan Menpan-RB, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, mantan Dubes Itali dan Malta, mantan Gubernur Papua, dan pendiri Numberi Center)