Soal Tanah Ungasan, I Wayan Sudirta Sesalkan Sikap Pj Gubernur Bali

oleh
oleh

Anggota Komisi III DPR, I Wayan Sudirta (net)

 

JAKARTA, REPORTER.ID — Pencoretan tanah negara di Ungasan masih alot. Walaupun Kakanwil BPN Bali sudah membatalkan dua sertifikat hak pakai (SHP) atas nama Pemprov Bali, dan bersurat ke Pemprov Bali untuk meminta Pemprov Bali menyerahkan SHP tersebut ke BPN Badung, namun, penjabat Gubernur Bali, SM Mahendra Jaya masih mempertahankan SHP tersebut. Malah menggugat Kakanwil BPN Bali ke PTUN, dengan alasan DPRD Bali belum menyetujui.

Hal tu terungkap dalam rapat atau pertemuan penjabat Gubernur Bali SM Mahendra Jaya dengan  anggota Komisi III DPR merangkap Badan Anggaran DPR, I Wayan Sudirta dan sejumlah Penjabat Bupati/Walikota se-Bali di Depasar, Kamis (21/11).

Dalam rapat tersebut, Wayan Sudirta awalnya memberi masukan positif kepada Pj Gubernur Bali terkait tanah Ungasan. Dijelaskan, perjuangan Made Sirta dkk telah memenangkan gugatan di PTUN Denpasar sampai Mahkamah Agung dan bahkan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Wayan menyayangkan sikap Pemprov Bali yang menggugat Kakanwil BPN Bali ke PTUN Denpasar atas pembatalan dua sertifikat hak pakai atas nama Pemprov Bali.

Padahal, bila taat hukum dan tunduk pada putusan pengadilan, maupun instruksi Mendagri Tito Karbavian saat  melantik Penjabat Gubernur Bali itu, SM Mahendra Jaya, mestinya Pemprov Bali tidak menggugat ke PTUN, dan menyerahkan dua SHP Pemprov Bali itu ke BPN Badung. Kenapa? Karena pembatalan dua SHP Pemprov Bali itu karena cacat administrasi dan cacat yuridis.

Selain itu, Pemprov Bali termasuk instansi yang menyetujui tindak lanjut putusan PTUN yang telah inkracht untuk dilaksanakan. Hal itu disampaikan Pemprov Bali dalam rapat dengar pendapat pada Pansus Konflik Agraria dan SDA DPD RI tanggal 14 Maret 2013 lalu.

Namun, anehnya, kata Wayan, Pemprov Bali mengingkari putusan dan kesimpulan Pansus Konflik Agraria dan SDA DPD RI tersebut. Pada 2016, justru Pemprov Bali memohon sertifikat hak pakai ke BPN Badung. Permohonan itu diketahui menggunakan surat palsu dan keterangan palsu, yang akhirnya dilaporkan ke Mabes Polri oleh I Made Sirta dkk.

Ketika penyelidikan Mabes Polri dan berlanjut dengan pemanggilan sejumlah pejabat Pemprov Bali, Gubernur Bali yang waktu itu dijabat Wayan Koster, menyetujui ‘’restorative justice’’ dengan solusi membatalkan dua SHP milik Pemprov Bali, agar jangan sampai ada pejabat Pemprov menjadi tersangka. Atas persetujuan Gubernur Wayan Koster itulah, Kakanwil BPN Provinsi Bali membatalkan SHP No. 121 dan SHP Nomr 126, atas dasar alasan cacat administrasi dan cacat yuridis.

Tetapi sayangnya, Penjabat Gubernur Bali SM Mahendra Jaya justru menggugat Surat Keputusan Kakanwil BPN Bali ke PTUN Denpasar. Setelah ditolak, dia ajukan banding ke Pengadilan Tinggi TUN Mataram, dan sekarang ke Mahkamah Agung, setelah pengadilan banding menguatkan putusan PTUN Denpasar.

Menurut Wayan Sudirta menyebutkan, tidak selayaknya Gubernur Bali menggugat ke PTUN, karena selain berhadapan dengan rakyat yang telah 24 tahun lebih memenangkan sengketa di PTUN, dan banyak diantaranya sudah meninggal, juga  berdasarkan pasal 53 ayat (1) UU PTUN, yang memiliki legal standing untuk menggugat adalah perseorangan atau badan hukum perdata. Gubernur bukanlah badan hukum perdata, tetapi badan hukum public.

Selain itu, gugatan Penjabat Gubernur Bali melanggar instruksi Menteri Dalam Negeri, yang menegaskan, tidak boleh ada kebijakan penjabat gubernur bertentangan dengan kebijakan gubernur sebelumnya, yakni Wayan Koster. ‘’Saat itu , Gubernur Wayan Koster menyetujui pembatalan dua SHP Pemprov Bali tersebut. Hal itu sebagai solusi juga restorative justice, agar tidak ada pejabat Pemprov Bali menjadi tersangka di Mabes Polri,’’ ujar Wayan Sudirta.

Politisi PDIP yang duduk di Komisi Hukum DPR ini menyesalkan sikap Pemprorv Bali. Karena dengan  gugatan Penjabat Gubernur ke MA setelah gugatan bandingnya ditolak PTUN Denpasar, menyebabkan kemenangan petani Ungasan di PTUN belum bisa dieksekusi. ‘’Kita sedih juga, para petani belum bisa memanfaatkan tanah garapan yang telah menjadi haknya berdasarkan putusan PTUN yang telah inkracht, padahal potensi pariwisata di atas tanah Garapan para petani sangatlah besar,’’ kata Sudirta.

Seharusnya, lanjut Wayan Sudirta, Pemprov Bali taat dan tunduk pada putusan pengadilan, Penjabat Gubernur Bali tinggal mencoret dua SHP yang telah dibatalkan Kakanwil BPN Bali itu dari daftar asset Pemprov Bali dan menyerahkan dua SHP tersebut ke BPN Badung. ‘’Bukan malah ajukan kasasi ke MA, wong gugatan bandingnya sudah ditolak PTUN Denpasar,’’ ujarnya sambil geleng-geleng kepala. (HPS)