Yasril Ananta Baharuddin (Ist)
JAKARTA, REPORTER.ID — Politisi Partai Golkar Yasril Ananta Baharuddin mengkritik keras penempatan menteri dan wakil menteri di BPI Danantara. Menurut Yasril, penempatan mereka (maksudnya, menteri dan wamen di Danantara, red) melanggar dua UU sekaligus, yaitu UU Kementerian Negara dan UU BUMN.
Ia berharap Presiden Prabowo Subianto setidaknya Menteri BUMN Erick Thohir meninjau ulang penempatan tersebut supaya tidak melanggar UU. Langkah itu membuktikan, pemerintah taat asas. Kalau kebijakan keliru ini dibiarkan, dilihat sebelah mata, berarti pemerintah main-main.
‘’Loh, Menteri itu kan regulator sedangkan Dirut BUMN dan jajarannya adalah operator. Masak regulator dan operator jd satu, ini namanya negeri main-main,’’ ujarnya di Jakarta, Senin (3/3) pagi ini.
Menurutnya, rangkap jabatan menteri/wamen di Danantara juga boros anggaran. Sebab, gajinya pun juga akan dobel. ‘’Kasihan juga kalau begitu, apalagi kita nggak tegas dengar jeritan para karyawan Sritek yang di-PHK menjelang lebaran. Pesangonnya juga tak jelas. Nah, ini kan jomplang. Rakyat di akar rumput kehidupannya susah sama sekali, sementara pejabatnya bergaji dobel. Tolonglah ini dipikirkan. Pemimpin harus eling sama rakyat di bawah yang hidupnya makin susah,’’ pinta Yasril.
Sentimen Positif
Sementara itu pemerintah berharap BPI Danantara dapat menjadi sentimen positif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Menteri BUMN Erick Thohir menyebut, Danantara dapat menjadi katalis positif untuk pertumbuhan pasar modal. “Harusnya bisa (jadi sentimen positif IHSG), tetapi perlu waktu,” ujarnya.
Erick yang menjabat Ketua Dewan Pengawas BPI Danantara itu menuturkan, pihaknya tidak bisa melawan persepsi yang hari ini seakan-akan membandingkan Danantara dengan Sovereign Wealth Fund yang tidak baik. “Itu salah besar, nanti kita buktikan saja gitu lho,” imbuhnya.
Erick bilang, penurunan IHSG yang terjadi saat ini berkaitan erat dengan kebijakan yang diterapkan Presiden AS Donald Trump. “Presiden AS Donald Trump sedang mengambil kebijakan-kebijakan ekonomi yang sangat bullish untuk AS,” jelasnya. Erick menuturkan, AS sudah melakukan strategi untuk tetap dapat jadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia. “Tidak disusul China,” tutup dia. (HPS)