Pimpinan Komisi X DPR: Digitalisasi Nasional untuk Pastikan Kemajuan Pendidikan hingga ke Pelosok Daerah

oleh

JAKARTA,REPORTER.ID  – Komisi X DPR RI mendukung penuh pemerataan sektor pendidikan melalui kebijakan digitalisasi pendidikan nasional yang diluncurkan Presiden RI Prabowo Subianto. Digitalisasi dinilai penting guna memastikan anak-anak hingga pelosok tanah air melek dan mengenal internet.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI FPKB Lalu Hadrian Irfani dalam dialektika demokrasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI bertema ‘Perkuat Digitalisasi hingga ke Pelosok, Senjata Ampuh Tekan Ketimpangan Pendidikan’ bersama pengamat Pendidikan Darmaningtyas, dan Direktur Rumah Literasi 45 Andreas di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (8/5/2025).

Ia berjanji Komisi X DPR mendukung kebijakan digitalisasi pendidikan nasional yang diluncurkan Presiden Prabowo pada 2 Mei 2025 lalu itu. Digitalisasi ini penting, untuk memastikan bahwa anak-anak di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) tidak tertinggal dari kemajuan teknologi pendidikan,” kata Lalu.

Di sisi lain, legislator dari PKB itu menyatakan Komisi X DPR berkomitmen mengawasi anggaran pendidikan agar mendukung infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di seluruh wilayah Indonesia.

“Mendorong agar Kemendikdasmen, Kemdiktisaintek, dan mitra kerja lainnya memprioritaskan pembangunan jaringan internet, penyediaan perangkat, dan pelatihan guru berbasis digital,” kata Lalu.

Wakil Rakyat dari Dapil Nusa Tenggara Barat II itu menyatakan Komisi X DPR mendorong sinergi antara pemerintah pusat debgan pemerintah daerah, BUMN, swasta, dan masyarakat dalam memperluas digitalisasi pendidikan. “Misalnya melalui program CSR atau kolaborasi dengan penyedia layanan internet atau platform edtech,” ujarnya.

Lalu juga menyoroti pentingnya pelatihan bagi guru, siswa, dan orang tua agar tidak hanya memiliki akses, tetapi juga mampu menggunakan teknologi secara efektif. Dan, menekankan Komisi X DPR sangat mendukung peningkatan kompetensi digital guru melalui program PPG, Guru Penggerak, atau pelatihan mandiri berbasis digital.

Ia menegaskan Komisi X DPR berkomitmen akan terus memberikan masukan berbasis temuan lapangan di dapil masing-masing, khususnya dalam hal kendala digitalisasi,” tegasnya.

Menurut Andreas pada tahun 2025 menurut BPS jumlah penduduk Indonesia itu diperkirakan mencapai 284,44 juta jiwa dengan total luas wilayah daratan plus lautan itu 8,6 juta Kilometer persegi; luas daratan hampir 2 juta Km persegi, ini adalah sebuah potensi negara yang begitu besar dan sangat luar biasa dibandingkan dengan negara yang lain. Namun jika tidak dikelola dengan baik sekalipun punya potensi besar akan menjadi bangsa yang direndahkan.

Secara global pendidikan Indonesia berada di peringkat 67 dari 203 negara, sementara di Asia tenggara menempati peringkat ke-4 di bawah Singapura. Singapura itu berada di level 11, Brunei di 47 dan Vietnam 53. Jadi, banyak daerah Indonesia yang belum mendapat layanan pendidikan yang layak, karena masalah utama di daerah terpencil adalah keterbatasan aset, kualitas tenaga pendidik, infrastruktur yang tidak memadai, dan faktor sosial ekonomi.

Keterbatasan – keterbatasan akses itu mencakup jarak tempuh yang jauh bagi peserta didik juga akan menjadi sebuah kendala dan tentunya jika melihat tayangan-tayangan di media banyak anak yang ke sekolah itu karena jaraknya sangat jauh sehingga.harus berjuang demgan luar biasa, akibat kurangnya transportasi serta minimnya fasilitas pendukung seperti internet dan buku.

Menteri desa dan pembangunan daerah tertinggal atau PDT Bapak Yandri Susanto mengatakan pada tahun 2024 masih terdapat sekitar 3000 desa di Indonesia yang belum terjangkau listrik itu ada di 3000 desa. “Dengan tidak adanya listrik pasti internet tidak ada komunikasi sangat minim dan apalagi belum desa yang belum tersentuh jaringan internet pada 2019 ada 24.000 desa, dari 94.000 desa di Indonesia lebih dari 13.000 desa belum mendapatkan akses internet yang memadai. Kondisi ini pasti miskin literasi,” tambah Andreas.

Karena itu kata dia, kesenjangan pendidikan di daerah terpencil merupakan tantangan besar yang butuh perhatian serius dari pemerintah. “Ketimpangan literasi inilah yang harus diatasi dengan akses teknologi informasi. Tentu listrik dulu baru akses internet,” ungkapnya.

Darmaningtyas menilai pada intinya digitalisasi dalam pendidikan itu suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari karena sudah menjadi tuntutan zamannya. Sehingga mau tidak mau harus digitalisasi. Hanya saja kondisi infrastruktur khususnya listrik dan internet di daerah terpencil belum bisa diatasi. Meski digitalisasi di pendidikan itu bisa bermata dua. Yaitu, di satu sisi bisa membawa kemajuan untuk pendidikan dan di sisi lain bisa memperlebar kesenjangan pendidikan antara sekolah-sekolah yang ada di perkotaan dengan yang ada di pedesaan. Khususnya daerah yang belum memiliki infrastruktur listrik dan internet.

“Jadi 3000 desa yang belum teraliri listrik dan ada 13.000 desa yang belum memiliki akses internet dan semua desa-desa ini pasti punya sekolah, maka itu menjadi PR kita bersama. Karena itulah dalam banyak wawancara saya dengan sejumlah wartawan selalu mengatakan kalau mau digitalisasi pendidikan maka pemerintah tidak hanya cukup membagi-bagi TV cerdas ke sekolah-sekolah, tetapi juga harus menyiapkan infrastruktur yang baik. Terutama listrik dan internet,” pungkasnya.