JAKARTA,REPORTER.ID – Anggota BKSAP (Badan Kerjasama Antar Parlemen) DPR RI Syahrul Aidi Maazat menilai bahwa perang antara Pakistan vs India dimenangkan oleh Pakistan, yang didukung oleh persenjtaan canggih China dan Rusia. Sedangkan India didukung oleh Amerika Serikat, negara lain, tapi kalah. Itu artinya, peralatan tempur China lebh canggih. Sehingga China disegani banyak negara di dunia.
Seperti halnya Arab Saudi yang dekat dengan AS dan juga kuat hubungannya dengan China. “Artimya dengan perang Pakistan Vs India ini kita harus belajar dan mestinya mulai terbangun kesadaran untuk memperkuat persenjataan dengan belajar dari China, dan China tidak saja senjata produksi pangan, obat-obatan, tapi industri apa saja diproduksi; mainan anak-anak, telnologi komunikasi dan lain-lain. Alhasil blok China kini makin kuat. Sebaliknya blok AS mulai lemah dan tak lagi dioerhitungkan dunia,” tegas Syahrul.
Hal itu disampaikan Syahrul dalam dialektika demokrasi “Perang Pakistan Vs India, Bagaimana Posisi Indonesia?” yang digelar KWP kerjasama dengan Pemberitaan DPR RI bersama pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Lebih lanjut Syahrul berharap Indonesia bisa memitigasi dari perang India Vs Pakistan tersebut dengan mulai siap membangun kekuatan persenjataan militer dari China, perkuat pangan, dab obat-obatan. “Presiden Prabowo sudah mulai berusaha untuk kemandirian pangan, dan itu harus dilanjutkan dengan kekuatan militer, obat-obatan dan lain-lain, meski di satu sisi politik kita bebas aktif, tapi tetap harus bersikap,” jelas politisi PKS ini.
Selain itu kata anggota Komisi V DPR itu, agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada AS, seperti halnya Arab Saudi. Sehingga daya tawarnya akan naik. Bahwa negara itu akan disegani oleh negara lain, ketika banyak dibutuhkan oleh negara lain. “Sebab, kalau kita mampu memproduksi yang kita konsumsi maka akan mandiri, dan kalau mampu memproduksi yang diproduksi negara lain maka kita akan maju. Jadi, pangan, obat-obatan, dan persenjataan militer harus produksi sendiri,” pungkasnya.
Sementara itu Hikmahanto Juwana menilai bahwa dunia dalam ketidakpastian. Tetmasuk ketidakpastian blok, dukung – mendukung, masalah ekonomi, soaial politik dan sebagainya. Mengapa? “Semua tidak bisa memprediksi di Eropa akan terjadi perang antara Ukraina Vs Rusia dan lain-lain. Presiden Trump tiba-tiba cabut sanksi untuk Suriah, minta Israel buka blokade jalan untuk bantuan makanan kemanusiaan di Gaza, tolak bantu persenjataan militer untuk Ukraina, China membela Pakistan, Palestina, dan negara-negara Timur Tengah lainnya, dan seteusmya,” jelasnya.
Menurut Hikmahanto, dunia saat ini memang tidak butuh perang, karena perang tidak menyelesaikan masalah. Apalagi Pakistan, India, Rusia, China, dan Iran sama-sama punya nuklir. “Tapi, kalau terjadi perang nuklir, maka sepertiga dunia ini akan hancur, terlalu besar dampak dan resikonya. Maka, terjadi gencatan senjata antara Pakistan Vs India,” ungkapnya.
Di tengah ketidakpastian global tersebut, Hikmahanto yakin Indonesia dengan politik luar negeri yang bebas aktif bisa menjadi penengah diantara negara yang sedang konflik, Pakistan Vs India dan juga negara lain. Karena itu, harus mulai memperkuat pertahanan militernya meski beli dari negara lain, itu bisa dimodifikasi lebih canggih lagi dengan pengembangan industri pertahanan Indonesia sendiri.
Namun, yang paling prioritas adalah memperkuat kemandirian pangan. Seperti halnya China, yang tidak melakukan ekspansi militer seperti AS, tapi ekspansi ekonomi ke seluruh dunia. “China sumber daya manusianya mencapai 1,4 miliar, dan pemerintahnya mendorong seluruh rakyatnya memproduksi kebutuhan pokok rumah tangga dari sikat gigi, pakain dalam, berbagai jenis mainan anak-anak dari yang murah hingga yang canggih, makanan, dan terutama industri militer,” ungkapnya.