JAKARTA, REPORTER.ID — Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP), Fahri Hamzah, menggagas pendirian lembaga khusus berbasis BUMN yang berfungsi sebagai offtaker perumahan subsidi, guna mengatasi krisis backlog nasional yang kini mencapai 15 juta unit.
Dalam pertemuan dengan Menteri BUMN Erick Thohir di Jakarta, Jumat (25/7/2025), Fahri mengusulkan agar pemerintah membentuk institusi sejenis Perum Bulog, namun difokuskan pada sektor perumahan.
“Saya tadi mengajukan usulan kepada Menteri BUMN Pak Erick untuk memikirkan berdirinya Bulog untuk perumahan ini,” kata Fahri.
Menurutnya, lembaga ini nantinya akan membeli rumah-rumah subsidi dari pengembang, sebagaimana Bulog selama ini menjadi pembeli gabah dari petani. Model ini dinilai mampu menstabilkan harga dan memastikan keberlanjutan pasokan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Offtaker perumahan ini akan mengambil rumah dari produsen-produsen yang membangun rumah sosial atau rumah subsidi, yang memperoleh izin dari pemerintah,” ujar mantan Wakil Ketua DPR RI tersebut.
Ia menambahkan, kehadiran lembaga tersebut dapat membuka ruang bagi pemerintah untuk menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk rumah subsidi. Hal ini diyakini akan menekan harga jual tanpa merugikan pengembang, dengan pengalihan bentuk subsidi dari cicilan menjadi subsidi atas tanah.
“Sekarang sudah ada HPP, FLPP juga sudah ada. Tapi nanti akan lebih kuat lagi karena elemen subsidinya kita geser, dari subsidi cicilan kepada subsidi tanah,” jelasnya.
Fahri menegaskan bahwa fungsi “Bulog Perumahan” tidak terbatas pada rumah tapak, tetapi juga mencakup hunian vertikal seperti rumah susun. Meski begitu, inisiatif ini masih dalam tahap wacana awal.
“Kami sepakat untuk mendalaminya lebih dulu. Tim dari Kementerian PKP dan Kementerian BUMN akan memperkuat kajian, sambil mengambil best practice dari berbagai negara. Tentu, semua dengan izin Presiden,” ujarnya.
Namun, Fahri belum menyebutkan tenggat waktu pasti untuk merealisasikan gagasan tersebut, namun berharap prosesnya dapat dimulai sesegera mungkin setelah kajian lintas kementerian rampung. ***





