JAKARTA,REPORTER.ID — DPR RI menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah disusun sesuai dengan amanat konstitusi dan merupakan langkah strategis untuk memperkuat tata kelola korporasi BUMN.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini selaku Kuasa DPR RI, saat membacakan keterangan DPR RI dalam sidang pengujian materiil UU 1/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara Nomor 38, 43, 44, dan 80/PUU-XXIII/2025, di Jakarta, Senin (13/10/2025).
Dalam keterangannya, DPR RI menilai UU BUMN yang baru dibentuk sebagai upaya mengoptimalkan peran BUMN terhadap perekonomian nasional, termasuk melalui pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara sebagai lembaga sui generis atau badan hukum khusus yang menjalankan sebagian kewenangan pemerintah di bidang pengelolaan BUMN.
“Kehadiran BPI Danantara merupakan bentuk pelimpahan kewenangan Presiden dalam pengelolaan BUMN agar lebih efisien dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat,” jelas Anggia Erma di hadapan Majelis Hakim MK.
DPR menjelaskan, berdasarkan prinsip badan hukum dan teori transformasi keuangan, kekayaan negara yang disetorkan kepada BUMN atau BPI Danantara telah menjadi kekayaan badan hukum tersebut dan tidak lagi menjadi kekayaan negara secara langsung. Prinsip ini sejalan dengan teori legal separate personality yang membedakan BUMN sebagai entitas hukum terpisah dari negara.
Selain itu, DPR juga menegaskan bahwa UU 1/2025 tidak meniadakan kontrol negara terhadap BUMN. Negara tetap memiliki kendali melalui saham Seri A Dwiwarna, yang memberi hak istimewa dalam pengambilan keputusan strategis.
Terkait tanggung jawab hukum atas kerugian BUMN atau BPI Danantara, DPR menyebut pengelolaan keuangan perusahaan dilakukan berdasarkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan business judgement rule (BJR). Prinsip tersebut memastikan setiap keputusan bisnis diambil dengan itikad baik, kehati-hatian, dan tanggung jawab profesional, tanpa mengurangi ruang penegakan hukum terhadap tindakan pidana seperti korupsi atau manipulasi pembukuan.
“Kerugian pada BUMN atau BPI Danantara dapat menjadi tindak pidana apabila terdapat unsur pidana yang terbukti. Prinsip business judgement rule tidak dimaksudkan untuk menghalangi proses hukum,” tegas Anggia Erma.
Dalam keterangannya pula, DPR menyoroti bahwa UU BUMN 1/2025 mengatur pengawasan berlapis terhadap BUMN, baik melalui Dewan Komisaris maupun akuntan publik, serta memberikan kewenangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Lebih jauh, DPR menyampaikan bahwa telah terbit perubahan keempat UU BUMN, sebagai tindak lanjut atas dinamika ketatanegaraan dan putusan MK sebelumnya yang melarang rangkap jabatan menteri sebagai komisaris atau direksi BUMN. “Perubahan keempat UU BUMN merupakan bentuk respons pembentuk undang-undang terhadap aspirasi masyarakat serta perkembangan hukum yang ada,” ujar Anggia Erma.
DPR menutup keterangannya dengan menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim MK untuk menilai kedudukan hukum para pemohon dan mempertimbangkan seluruh aspek dalam pengambilan keputusan.