JAKARTA,REPORTER.ID — Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional yang jatuh setiap 22 Oktober, Erwin Syahputra Siregar, alumni Pondok Pesantren Ahmadul Jariah, Pinang, Sumatera Utara, ini menegaskan pentingnya peran pesantren sebagai institusi pendidikan yang tidak hanya membentuk keimanan, tetapi juga karakter dan keterampilan generasi muda.
Menurut Erwin, yang juga sebagai salah satu pengurus Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) DPR RI 2024 -2026 ini, Hari Santri bukan sekadar mengenang perjuangan masa lalu, melainkan menjadi momen reflektif untuk menegaskan kembali kontribusi pesantren dalam membangun bangsa. “Saya melihat langsung bagaimana pesantren menjadi tempat pembentukan kepribadian, pengembangan diri, keterampilan, dan penanaman patriotisme dan menyintai kebangsaan ini,” ujarnya.
Pendidikan Berbasis Nilai dan Karakter
Erwin menjelaskan bahwa pendidikan di pesantren berakar pada nilai-nilai agama yang mendalam. Santri dibimbing untuk memahami ajaran Islam melalui kajian-kajian agama selain Al-Qur’an ada kitab klasik seperti tafsir, hadis, fiqih, taklimul muta’allim atau akhlak santri kepada guru dan kiai dan sebaliknya. Nilai-nilai moral seperti kejujuran, integritas, hornat menghormati, rendah hati, dan cinta tanah air menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran pesantren.
“Rutinitas harian seperti shalat berjamaah, pengajian, gotong-royong membersihkan pesantren dan sebagainya justru membentuk disiplin dan kultur positif yang memperkuat karakter santri,” ujarnya.
Pendekatan spiritual yang diterapkan juga dinilai Erwin mampu membentuk pribadi dan memtak yang kuat dan stabil secara emosional dan siap menghadapi tantangan modernisasi zaman.
Erwin juga menyoroti bahwa pesantren saat ini telah bertransformasi menjadi lembaga yang adaptif terhadap perkembangan zaman. Santri tidak hanya dibekali ilmu agama, tetapi juga keterampilan praktis seperti mekanik, pertanian, teknologi informasi, kesadaran lingkungan, kepemimpinan dan lain-lain.
“Interaksi sosial yang beragam dan majemuk dari berbagai daerah di pesantren mampu melatih komunikasi dan membangun relasi yang sehat. Santri juga diberi kesempatan memimpin organisasi internal dan memahami dinamika sosial pokitik, ekonomi nasional dan global,” jelas Erwin.
“Seperti halnya integrasi teknologi dalam kurikulum menjadi bukti bahwa pesantren siap menghadapi era digital,” ungkapnya bangga.
Lebih jauh, Erwin menekankan bahwa pesantren juga berperan dalam membentuk jiwa nasionalisme kebangsaan. Melalui pembelajaran kolektif dan etos kerja, santri dilatih untuk hidup sederhana, mandiri, dan saling membantu satu sama lain. “Pesantren adalah rumah kebangsaan yang menanamkan cinta tanah air itu sebagai bagian dari keimanan – hubbul wathon minal iman, maka pesantren menjadi benteng moral bangsa dan negara,” katanya.
Untuk itu, Erwin mengingatkan kembali peran historis pesantren dalam perjuangan kemerdekaan, seperti Resolusi Jihad untuk mempertahankan tanah air dari penjajahan yang dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari di Surabaya pada 22 Oktober 1945, dan diikuti oleh para kiai dan ulama di seluruh Indonesia untuk melawan kolonialisme.
Di tengah arus globalisasi, pesantren tetap menjadi penjaga identitas budaya dan moral bangsa. “Pesantren adalah pusat peradaban dan dakwah yang membawa perubahan positif bagi masyarakat sekitar. Pesantren juga menjadi lembaga pemberdayaan yang mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan, keteladanan, penanaman karakter, dan pelestarian kultur bangsa yang beradab.
Dan, tema Hari Santri 2025 adalah “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”. Tema ini menekankan peran santri tidak hanya dalam menjaga kemerdekaan Indonesia, tetapi juga berkontribusi dalam membangun peradaban dunia dengan ilmu dan akhlak.
Untuk itu, Hari Santri yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 menjadi simbol penghormatan terhadap perjuangan spiritual dan intelektual para santri. Tema Hari Santri 2025 ini menurut Erwin, menekankan tanggung jawab santri dalam menjaga kemerdekaan secara moral, budaya, keadaban, dan intelektual. “Sehingga santri harus mampu berkontribusi dalam membangun peradaban dunia yang berlandaskan ilmu, akhlak, dan toleransi,” tegasnya.
Ia juga menyebut berbagai kegiatan yang biasa digelar untuk memperingati Hari Santri, seperti apel akbar, lomba baca kitab kuning, pawai santri, lomba seni kaligrafi, pemutaran film perjuangan Islami, bakti sosial, hingga pelaksanaan pesantren kilat bagi anak-anak di berbagai tempat.
Erwin menegaskan bahwa pesantren adalah aset bangsa yang tak ternilai. “Di tengah krisis moral dan disrupsi teknologi, pesantren hadir sebagai solusi. Ia mencetak generasi yang berakhlak, berilmu, dan berdaya saing, siap mengawal Indonesia menuju peradaban dunia,” pungkasnya.





