MPR Minta Vaksin Covid-19 Utamakan Keselamatan Rakyat

oleh

JAKARTA,REPORTER.ID – Anggota MPR RI Kurniasih Mufidayati meminta vaksin covid-19, sinovac yang sedang proses uji klinis di Bio Frama dan BPOM mengutamakan keamanan, keselamatan, dan kehalalan bagi rakyat jika dikonsumsi. Untuk itu, proses uji klinisnya harus transparan, independen, dan akuntabel sesuai standar WHO.

Sebab, program vaksin untuk 1,2 juta dan 1,8 juta vaksin Sinovac tersebut anggarannya dari APBN. Karenanya, harus menjamin keselamatan dan keamanan bagi rakyat. “Maka, proses uji klinis oleh Bio Farma dan BPOM itu harus akuntabel, transparan, dan independen,” tegas anggota Komisi IX DPR FPKS itu.

Hal itu disampaikan Kurniasih Mufidayati dalam diskusi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI dengan tema “Menanti Sertifikasi Halal Vaksin Covid-19”, bersama Ketua MUI Pusat Asrorun Ni’am Sholeh secara virtual di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (15/12).

Selain itu, mengingat vaksin itu ada masa berlakunya ataui expired, Mufidayati minta pemerintah berhati-hati dalam mendatangkan vaksin tersebut. Apalagi kata Mufida, Indonesia ini membutuhkan ratusan juta vaksin untuk keselamatan rakyat dari covid-19 tersebut. “Kami berharap proses uji klinisnya di BPOM lancar, transparan dan akuntabel sesuai standar WHO,” ungkapnya.

Dan, menyadari Indonesia ini negara yang beragama dan berketuhanan, maka tak boleh mengabaikan kehalalan dari vaksin covid-19 dari negara manapun termasuk sinovac dari Tiongkok. Sehingga kehalalan vaksin itu tak bisa dipisahkan dari vaksin, dan mengabaikannya berarti melecehkan negara yang berketuhanan ini.

“Pembahasan fatwa halal haram itu atas permintaan PT. Bio Farma dengan nomor registrasi 67280. Tidak ujuk-ujuk MUI yang membahas. Karena itu, MUI mengapresiasi pemerintah yang sejak awal mengarusutamakan vaksin itu terkait keamanan dan kehalalannya,” tegas Ketua MUI Pusat, Asrorun Ni’am Sholeh.

Menurut Asrorun Ni’am, kehalalan vaksin tersebut sebagai manipestasi penghargaan dan perlindungan terhadap warga negara Indonesia terhadap agamanya. Bahwa iktiar pemerintah untuk mendapatkan vaksin itu sudah dilakukan cukup lama. “Pak Wapres KH Ma’ruf Amin sendiri sejak Agustus 2020 sudah minta untuk dicermati dalam aspek syariahnya. Sedangkan soal keamanannya menjadi kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM) dan Kemenkes RI,” ujarnya.

Karena itu, Kemenkes RI, Bio Farma, BPOM dan MUI berangkat Tiongkok pada 28 Oktober lalu untuk dua tujuan vaksin tersebut; yaitu terkait keamanan dan kehalalan Sinovac. “Pada, Senin (14/12) malam Komisi Fatwa MUI melakukan kajian hasil auditing oleh tim auditor independen dan Sinovas tinggal melengkapi satu dokumen dan Sinovac berkomitmen untuk melengkapinya,” jelas Asrorun Ni’am lagi.

Lalu, kapan MUI tetapkan fatwa halal, menurut Asrorun Ni’am hal itu tergantung pada pemenuhan satu dokumen. Sedangkan tentang kapan sinovas bisa dilakukan vaksinasi, ini tergantung pada BPOM. Konsumsi itu terkait dengan kualitas untuk pencegahan, keamanan (safty) dan kehalalan sesuai standar syariahnya terkait proses produksi dan bahan materi yang digunakan,” jelasnya.

Hanya saja dalam Islam, kalau memang tak ada obat atau vaksin lain, maka meski obat itu dibuat dari bahan-bahan yang najis, maka boleh digunakan. “Kalau penyakit seperti covid-19 ini mengancam jiwa manusia dan belum ada obat lain, maka obat yang najis pun boleh digunakan sampai ditemukan obat lain yang halal,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *