JAKARTA,REPORTET.ID,- Reshuffle Kabinet II periode kedua Presiden Jokowi sudah ramai jadi topik perbincangan publik. Kasak-kusuk politik pun sudah berlangsung. Ada orang yang sudah “dipanggil langsung” tapi ada juga yang “ditawarkan” langsung, baik oleh Parpol maupun kelompok tertentu.
Juga banyak nama bermunculan di permukaan. Tentu semua itu disampaikan dengan berbagai pertimbangan dan kepentingan masing-masing. Hanya saja keputusan tetap di tangan Presiden sebagai pemenang hak prerogatif.
“Saya berharap, semoga semua dinamika ini tak makin membuat “pusing” Presiden Jokowi dan lalu “gagal fokus” untuk tujuan yang lebih substansial. Semoga Presiden Jokowi tak terpengaruh kuat oleh kepentingan politik yang mungkin tersembunyi dibalik banyak usulan nama itu,” demikian Jeirry Sumampow, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Selasa, 20 April 2021.
Jeirry berharap Presiden tetap fokus pada upaya memperkuat kabinet dengan orang yang tepat agar bisa kerja efektif dan cepat bagi pencapaian visi dan misi Presiden. “Tetap menggunakan kriteria yang rasional dan objektif agar mampu memilih orang yang baik dan tepat,” katanya.
Kalau bicara soal apa saja yang mempengaruhi reshuffle kali ini, menurut Jeirry, paling tidak ada 4 hal yang penting disebutkan.
- Soal yang sifatnya administrasi demi percepatan pencapaian Visi dan Misi Pemerintahan Jokowi, yaitu penggabungan kementerian ristek dan pendidikan dan penambahan kementerian baru, Kementerian Investasi. Ini tentu berdasarkan kebutuhan akibat adanya UU Cipta Kerja. Untuk dua kementrian baru ini, banyak nama sudah disebut. Sehingga penggabungan kementerian ristek ke kementerian pendidikan membuat posisi Nadiem Makarim menjadi rawan diganti. Hal ini wajar saja mengingat kompetensi Nadiem Makarim untuk riset tak kuat.
Nama seperti Prof. Jimly Asshiddiqie memang layak duduk di posisi itu. Untuk Kementerian Investasi, orang seperti Maruarar Sirait juga layak dipertimbangkan menduduki posisi itu. Beliau memenuhi kriteria tersebut. Latarbelakang pengusaha, track record politik yang relatif bersih, pengalaman di DPR selama dua periode, serta jaringan bisnis yang dimiliki, merupakan politisi dari parpol besar pendukung Presiden Jokowi, sehingga cukup untuk menjadi alasan bagi Presiden Jokowi memilih yang bersangkutan.
Tentu nama lain bisa saja dimunculkan. Misalnya, Basuki Tjahaja Purnama, Sandiaga Uno atau Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Siapa yang dipilih sangat tergantung juga dengan kecocokan yang bersangkutan dengan Presiden Jokowi. Tunggu saja.
- Evaluasi kinerja para Menteri. Momentum reshuffle selalu dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja para menterinya dan menggantinya. Jadi agaknya reshuffle ini akan menyasar para menteri yang di kementeriannya sedang “bermasalah” dan yang berkinerja kurang memuaskan. Termasuk para menteri yang tak setia menjalankan “perintah” Presiden. Ini juga berdasarkan pengalaman reshuffle yang dilakukan Presiden Jokowi sejak periode pertama. Karena itu, pergantian menteri tak hanya akan terjadi pada dua kementrian di atas. Beberapa kementerian yang bisa masuk kategori layak untuk dievaluasi dan diganti adalah Kementerian Desa dengan kasus “jual-beli” jabatan; Kementerian Perdagangan dalam kasus impor beras & impor lainnya; Kepala KSP dalam kasus Partai Demokrat dan lain-lain.
- Kebutuhan untuk merangkul kelompok keagamaan untuk bersama terlibat dalam mengelola kehidupan negara. Dalam hal ini tentu adalah NU dan Muhammadiyah. Apalagi, selama ini, kedua Ormas tersebut agak merasa “ditinggalkan” Jokowi. Padahal, peran kedua Ormas Islam ini dalam konteks menjaga stabilitas sosial politik sangatlah penting. Terlebih menghadapi tantangan radikalisme keagamaan yang sifatnya masih laten. Begitu juga menghadapi polarisasi sosial politik akibat politik identitas yang terus-menerus dimainkan. Bagaimana pun stabilitas sosial dibutuhkan Presiden Jokowi agar Pemerintahan bisa fokus untuk menuntaskan semua agenda yang sudah direncanakan selama 5 tahun dalam waktu yang tersisa.
Dimama stabilitas sosial politik yang baik akan memperlancar Presiden Jokowi untuk menorehkan legacy bagi bangsa ini. Tentu kedua ormas ini punya banyak kader yang bisa ditawarkan.
- Faktor keempat adalah kepentingan politik menuju 2024, Pemilu dan Pilkada 2024. Setidaknya ada dua kategori dalam hal ini:
- Kepentingan parpol. Parpol punya kepentingan juga untuk mendorong orang-orang nya masuk dalam kabinet untuk kepentingan Pemilu dan Pilkada 2024 nanti. Kepentingan parpol di sini tentu terkait dengan kepentingan kumpulkan modal dan perkuat jaringan politik elektoral untuk menang dalam Pemilu 2024 nanti.
- Kepentingan Jokowi sendiri. Apa ada kepentingan Jokowi menuju 2024? Pasti ada. Paling tidak Presiden Jokowi ingin agak para Menteri bisa lebih fokus untuk menyelesaikan sampai tuntas semua program Jokowi-Maruf sesuai visi misinya. Jadi perlu Menteri yang kompeten dan setia, tak terpengaruh oleh kepentingan lain diluar melakukan visi misi dan program Presiden.
Hal lain, apakah ada kepentingan Jokowi untuk 3 periode sebagaimana isu yang berkembang saat ini? Memang Jokowi sudah menyampaikan secara tegas bahwa dia tak mau. Begitu juga, PDIP sudah menyatakan penolakan. Namun itu bisa saja terjadi sesuai dinamika dan perkembangan politik kekinian.
Sebab, ini tentu terkait dengan legacy Jokowi. Kemungkinan itu bisa saja terbuka jika seluruh program Jokowi-Maruf sulit diwujudkan selama periode tersisa. Dalam konteks ini, bisa saja muncul keinginan untuk menuntaskan itu dalam satu periode lagi. Dalam konteks yang terakhir ini, kemungkinan mengakomodir calon dari luar parpol koalisi menjadi terbuka, agar dukungan di parlemen makin kuat sehingga hambatan untuk melakukan perubahan UUD akan makin kecil.