TePi: Bawaslu dan KPU Tak Etis Persoalkan Keputusan DKPP

oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Putusan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelemggara Pemilu) harus menjadi tanggung jawab KPU dan Bawaslu. Itulah substansi kehadiran KPU dan Bawaslu sebagai ex-officio di DKPP. Tanggung jawab ini tidak semata-mata untuk menindaklanjuti putusan itu, tapi juga bertanggung jawab terhadap substansi putusan tersebut.

Dalam kerangka ini maka KPU dan Bawaslu tak boleh berupaya secara aktif untuk menegasikan putusan DKPP dan apalagi menolaknya.

“Meski secara teknis sering mereka tak ikutan dalam sidang terkait kasus anggota mereka sendiri, itu tak boleh membuat kedua lembaga ini mengambil posisi tak mau ikut bertanggung jawab dengan putusan itu,” tegas Jeirry Sumampow
(Koord. Komite Pemilih Indonesia) di Jakarta, Minggu (18/7/2021).

Hal itu kata Jeirry, penting untuk ditegaskan melihat dinamika yang tak sehat dan tak baik dalam beberapa kasus terakhir, terkait putusan DKPP.

Menurut Jeirry, mempersoalkan tak adanya mekanisme untuk mempersoalkan putusan DKPP jika dirasa tak adil sebab adanya norma “final dab mengikat”, sebagaimana diatur UU Pemilu No.7/2017, itu kurang tepat jika dipersoalkan saat ini. Sebab, UU Pemilu No.7/2017 tegas mengatakan bahwa putusan DKPP “final & mengikat”. Apalagi, itu sudah diperkuat oleh putusan MK dengan mengatakan bahwa sifat final dan mengikat dalam putusan DKPP bagi Presiden, KPU dan Bawaslu.

“Jadi, sudah cukup jelas. Karena itu, meski secara hukum bisa saja dilakukan, secara etis kurang baik mempersoalkan sebuah norma yang sudah dipahami selama ini setelah yang bersangkutan mendapatkan sangsi. Mengapa tak dipersoalkan dan digugat ke MK sejak awal ketika UU itu dibuat? Sebab, yang sekarang terjadi sudah masuk kategori merusak sistem yang ada dan membuka ruang ketidakpastian hukum,” jelas Jeirry.

PKPU No.4/2021 yang dikeluarkan KPU tertanggal 8 Juli 2021 pasal 130A menurut Jeirry, jelas bertentangan dengan UU Pemilu No.7/2021, khusus terkait frasa “final & mengikat”. Singkatnya, dalam pasal 130A itu KPU mau mengatakan bahwa Putusan DKPP belum final dan mengikat selama masih ada proses peradilan yang berlangsung. Dan putusan peradilan bisa saja membuat KPU tak wajib menindaklanjuti Putusan DKPP terkait sangsi bagi anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota.

“PKPU itu merupakan wujud bahwa KPU seolah mau lepas tanggung jawab terhadap Putusan DKPP dan dengan sendirinya menegasikan substansi putusan DKPP dan eksistensi kelembagaan DKPP. Jelas ini situasi yang nggak sehat, karena itu harus dihentikan,” tambah Jeirry.

KPU adalah lembaga utama pembuat peraturan turunan UU Pemilu. Saya kira repot ke depan jika KPU dengan sengaja membuat PKPU yang bertentangan dengan UU Pemilu.

Dan, DKPP memang bukan lembaga yang sempurna. Mungkin banyak kekurangannya. Tapi masukan dan perbaikan perlu untuk dilakukan dan disampaikan secara objektif kepada DKPP.

Tapi selama posisinya masih seperti sekarang, saya kira harus kita hargai dan hormati. “Meskipun banyak putusan yang tak mengenakkan dan tak bisa kita terima. Kalau ada kritik sebaiknya kita sampaikan secara terbuka dan proporsional. Bebas saja. Justru itu penting sebagai masukan pada pembuat UU untuk memperbaiki kelembagaan DKPP dan memperkuatnya melakukan fungsi penekan etik itu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *