Ketua MPR RI Tegaskan Tak Ada Target Kapan Amandemen Terbatas Dilakukan

oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan jika rencana amandemen terbatas yang dilakukan oleh MPR RI masih tergantung kepada perkembangan suara anggota MPR RI melalui fraksi-fraksi MPR RI dan Kelompok DPD RI. Dimana proses amandemen itu berpedoman pada Pasal 37 UUD NRI 1945.

“Nanti MPR RI akan membuat Surat Edaran (SE) berdasarkan Pasal 37 UUD NRI 1945 untuk memdapatkan dukungan dari anggota MPR RI melalui Fraksi-Fraksi MPR RI dan kelompok DPD RI yang didukung oleh 1/3 anggota dari 711 MPR RI (575 DPR dan 136 DPD RI) dan saat pengambilan keputusan harus dihadiri 2/3 (474) anggota MPR RI,” tegas Bamsoet seusai peringatan Hari Konstitusi di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (18/8/2021).

Hadir antara lain Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, Wakil Ketua MPR RI H. Jazilul Fawaid, H. Arsul Sani, H. Ahmad Muzani, H. Syarief Hasan, H. Fadel Muhammad, Sekjen MPR RI H. Ma’ruf Cahyono dan lain-lain.

Lebih lanjut Bamsoet menjelaskan, jika dalam pengambilan keputusan tersebut ada satu anggota yang sakit tetap harus hadir meski didodorng dengan kursi roda. “Jadi, harus hadir fisik, tak bisa diwakilan atau dimandatkan ke orang lain,” ujarnya singkat.

Hari Konstitusi
Sementara itu dalam memperingatan Hari Konstitusi dan Hari Lahir MPR RI, Bamsoet menilai hal itu memiliki makna yang sangat mendalam, bukan hanya bagi MPR, tapi juga bagi bangsa Indonesia.

“Jika selama ini Hari Konstitusi hanya diperingati oleh MPR, untuk tahun-tahun berikutnya saya sungguh berharap Hari Konstitusi diperingati juga oleh seluruh warga bangsa. Oleh pemerintah, oleh lembaga-lembaga negara, dan oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam satu rangkaian dengan peringatan Hari Kemerdekaan RI,” harap Bamsoet.

Menurut Bamsoet, konstitusi bukan hanya milik MPR, tetapi milik kita semua. Tidak ada negara tanpa konstitusi, tidak ada pemerintahan tanpa konstitusi, tidak ada lembaga-lembaga negara tanpa konstitusi.

Sebagai hukum dasar, UUD NRI 1945 merupakan dokumen hukum yang di dalamnya memuat cita-cita Indonesia merdeka, memuat falsafah bangsa yang menjadi landasan dalam penyelenggaraan negara, serta memuat tujuan pembentukan pemerintah Negara Indonesia.

Dimana cita-cita luhur tersebut adalah tujuan yang harus selalu diupayakan pencapaiannya. Rumusan pendiri bangsa yang dituangkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945 jelas menegaskan, kemerdekaan merupakan gerbang awal untuk meneguhkan persatuan, menegakkan kedaulatan sepenuh-penuhnya, memastikan tegaknya keadilan bagi siapa pun, dan mewujudkan kemakmuran untuk semua.

“Kita tidak boleh lupa bahwa tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, dalam upaya mewujudkan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” jelas Bamsoet.

Dengan pemaknaan yang demikian kata Wakil Ketua Umum DPP Golkar itu, Peringatan Hari Konstitusi yang pada tahun 2021 ini dilaksanakan bersamaan dengan Hari Lahir MPR bukan hanya sebagai kegiatan seremonial dari tahun ke tahun, melainkan menjadi tanggung jawab sejarah untuk meneguhkan arah cita-cita Indonesia merdeka.

Dengan demikian, sebagai generasi pewaris kata Bamsoet, masyarakat harus mampu memaknai bagaimana proses konseptualisasi MPR yang telah melintasi waktu melalui rangkaian perjalanan sejarah yang panjang. Para pendiri bangsa dengan kejernihan pikiran dan keluasan wawasan yang melampaui jamannya, telah merumuskan sebuah Majelis yang dapat mewadahi kebhinnekaan bangsa Indonesia.

Karenanya lanjut Bamseot, majelis yang dibentuk mencerminkan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Yang di dalamnya terhimpun para negarawan yang terdiri atas utusan-utusan politik, utusan-utusan dari daerah-daerah, dan utusan-utusan dari golongan-golongan.

Dikatakan, jika pilihan nama MPR, bukanlah tanpa maksud. Dengan nama MPR, bukan Dewan atau Badan Permusyawaratan Rakyat, bahwa para pendiri bangsa ingin melukiskan keagungan, kehormatan, dan keluhuran budi lembaga ini. “Di MPR yang agung ini berkumpul para negarawan untuk bermusyawarah, menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa,” ungkap Bamsoet.

Sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, MPR ditempatkan pada puncak dan pucuk kekuasaan negara. MPR RI kata Bamsoet, adalah lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, yang kekuasaannya tidak terbatas.

Dengan kedudukannya itu, MPR berwenang menetapkan UUD NRI 1945 dan garis-garis besar daripada haluan negara (GBHN), memilih Presiden dan Wakil Presden, memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden, meminta pertanggungjawaban Presiden di akhir masa jabatannya, memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap UUD NRI dan putusan MPR lainnya, serta membuat putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain.

Namun, setelah menempuh perjalanan yang panjang, gagasan para pendiri bangsa itu diformulasi melalui perubahan UUD NRI pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Sehingga MPR merupakan satu-satunya lembaga negara yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD, justru mendegrasi kedudukan dan kewenangannya sendiri.
Namun kata Bamsoet, kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat tersebut, diturunkan menjadi lembaga negara yang berkedudukan setara dengan lembaga negara lainnya.

Kenapa? Alasan perubahan itu menurut dia, dimaksudkan untuk meneguhkan paham kedaulatan rakyat yang dianut negara Indonesia. “Gagasan para pendiri bangsa yang menempatkan MPR sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat dianggap mereduksi paham kedaulatan rakyat menjadi paham kedaulatan negara. Sebuah paham yang hanya lazim dianut oleh negara yang menerapkan paham totalitarian dan/atau otoritarian,” jelas Bamsoet.

Tidak berhenti pada pendegradasian kedudukan, wewenang penting yang dimiliki MPR pun kata Bamsoet, ikut dipangkas, yaitu dalam menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara yang berfungsi sebagai pedoman atau arahan dalam penyelenggaraan negara.

Hal itu, karena Presiden dan Wakil Presiden sudah dipilih langsung oleh rakyat yang memiliki visi, misi, dan program pembangunan yang ditawarkan langsung kepada rakyat. “Jika calon Presiden dan Wakil Presiden itu menang maka visi, misi, dan program pembangunan itulah yang menjadi program pemerintah selama lima tahun,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *