JAKARTA, -REPORTER.ID – Juknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim dinilai diskriminatif.
Juknis itu tertuang dalam Permendikbud No 6 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler dan Surat Edaran Dirjen PAUD Dikdasmen Nomor 10231/C/DS.00.01/ 2021 tentang Pembaharuan Dapodik untuk Dasar Perhitungan Dana BOS Reguler.
Menurut Sudarto Ketua LP Ma’arif PWNU DKI Jakarta, seharusnya kebijakan yang dikeluarkan oleh menteri Nadim harus mendengarkan masukan dari Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan baik dari pendidikan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Taman Siswa, dan Majelis Nasional Pendidikan Katolik.
“Menteri pendidikan akan lebih bijak jika secara proporsional memperlakukan hak anak didik tanpa diskriminasi. Karena pendidikan menjadi tempat yang sangat penting untuk kemajuan sebuah negara sehingga harus dirasakan oleh setiap anak bangsa,” kata Sudarto, Sabtu (4/9/2021).
Dimana dana BOS Reguler tersebut hanya diberikan kepada sekolah-sekolah yang memiliki minimal 60 siswa. “Jadi, sekolah-sekolah yang siswanya kurang dari 60 siswa tidak mendapatkan dana BOS Reguler,” jelas Sudarto kecewa.
Secara terpisah, Erfandi Dosen Hukum Unusia menyebutkan bahwa peraturan dibuat tidak boleh diskriminatif. Permendikbud No 6 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler dan Surat Edaran Dirjen PAUD Dikdasmen Nomor 10231/C/DS.00.01/ 2021 tentang Pembaharuan Dapodik untuk Dasar Perhitungan Dana BOS Reguler itu tidak boleh kontraproduktif dengan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan UU Sisdiknas.
“Kalau secara formil dan materiil peraturan tersebut bertentangan khawatir akan di juducial review – digugat ke MA. Apalagi kalau mengacu kepada UU 15 Tahun 2019 norma itu tidak boleh diskriminatif karena akan rawan digugat,” pungkasnya.