JAKARTA,REPORTER.ID – Grafik penularan covid-19 di Indonesia, saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menuai kritik dari politisi Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono. Menurutnya, saat kebijakan PPKM darurat dilakukan selama kurang lebih 3 minggu, penularan covid-19 malah naik 1-2 kali lipat, juga jumlah kematiannya naik hampir 2 hingga 3 kalinya.
Data per 3 Juli sampai 26 Juli 2021, dan saat PPKM itu di longgarkan, level 4 dan turun hingga ke level 2 jumlah kasus baru menurun tajam. “Ini bukti bahwa beban masyarakat menjadi berkurang, sehingga imunitasnya bertambah baik. Ini yang saya lihat yang terjadi di seluruh Indonesia. Termasuk di Surabaya dan di Sidoarjo,” tegas Bambang Haryo Soekartono di Jakarta, Jumat (10/9/2021).
Dari sini lanjut Bambang Haryo, pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan kepada masyarakat yang menggunakan transportasi publik, karena masyarakat yang menggunakan transportasi publik terutama untuk jarak jauh, baik dengan pesawat, kapal laut dan kereta api, merupakan kegiatan yang sesaat dan singkat bagi seluruh kegiatan masyarakat itu sendiri.
Sebetulnya kata BHS – sapaan akrab Bambang Haryo Soekartono, pemerintah tidak perlu membuat kebijakan dengan persyaratan yang ribet, dan tumpang tindih. “Seharusnya pemerintah mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi publik yang tidak menggunakan transportasi pribadi yang sulit dipantau,” saran BHS.
Alhasil, dengan tranportasi publik pergerakan itu masyarakat bisa dipantau lebih maksimal, karena identitas KTP terdata di transportasi publik. “Jadi persyaratan tumpang tindih antara vaksin 2 kali maupun Antigen dan PCR yang menjadi beban masyarakat menggunakan transportasi publik agar ditinjau ulang,” tambahnya.
Menurut BHS, jika vaksin dari pemerintah ini bisa dipercaya dan bagus efikasinya, seharusnya tidak perlu dengan persyaratan lainnya, seperti Antigen atapun PCR. Yang terpenting di tranportasi publik syarat protap kesehatan covid-19, jaga jarak, pakai masker tetap dilakukan.
BHS yang juga Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai, persyaratan menggunakan transportasi publik dengan Antigen dan PCR yang berlaku satu hari atau dua hari sebelum bepergian tidak menjamin bahwa mereka bebas dari terpaparnya covid-19. Karena selama setelah melakukan tes Antigen dan PCR, mereka masih menunggu hasilnya; antara satu jam sampai dengan satu hari.
Nah, selama mereka menunggu hasilnya satu hari tersebut apakah tidak bisa tertular penyakit? “Selama perjalanan di darat. Sebab, bisa saja mereka tertular dalam 1 detik atau setelah itu. Artinya , selama mereka menunggu hasil dalam satu jam atau satu hari, apakah tidak bisa tertular penyakit? Ditambah lagi, selama perjalanan di darat, apakah ada jaminan untuk tidak tertular? Sehingga tidak ada alasan bagi para pengguna transportasi publik harus melakukan tes Antigen atau PCR, karena bisa saja mereka tertular dalam hitungan menit ataupun detik,” jelas BHS.
Dikatakan, bahwa tes Antigen dan PCR hanyalah syarat formalitas, bukan untuk kepentingan pencegahan. Sehingga sebaiknya dihilangkan, karena membebani masyarakat di tengah kesuliatan ekonomi saat ini.
BHS menyontohkan, seperti negara-negara di seluruh dunia, dimana masyarakat yang menggunakan transportasi publik domestik tidak ada persyaratan Vaksin dan tes Antigen maupun PCR, melainkan hanya di thermo test (cek suhu tubuh). “Hanya di Indonesia yang memiliki kebijakan persyaratan tumpeng-tindih ini. Kecuali, kalau biaya Antigen atau PCR ditanggung pemerintah, dan itu pasti membebani APBN yang bersumber dari uang rakyat,” ungkapnya.
BHS menambahkan, terutama ditransportasi laut yang merupakan ujung tombak dari transportasi antar pulau karena negara ini adalah negara kelautan yang terdiri dari ribuan pulau, dan masyarakat yang menggunakan transportasi laut adalah masyarakat kelompok kelas bawah.
“Jadi, beban menggunakan persyaratan Antigen dan PCR sangat membebani masyarakat pengguna transportasi publik tersebut. Apalagi, beban Antigen maupun PCR kadang jauh lebih mahal daripada harga tiket. Maka saya minta syarat Antigen dan PCR untuk transportasi laut itu dihilangkan,” pungkasnya.