MPR RI: Lawan Radikalisme – Terorisme, dengan Mengajari Masyarakat untuk Cinta Tanah Air

oleh

JAKARTA, REPORTRR.ID – Wakil Ketua MPR RI H. Jazilul Fawaid menilai munculnya radikalisme dan terorisme ini akibat masyarakat tidak diajari bahwa cinta tanah air itu merupakan bagian dari iman (hubbul wathon minal iman). Padahal, jika anak-anak sejak dini diajari cinta tanah air itu apakah melalui pendidikan, lagu, musik dan keteladanan orang tua, pejabat, dan tokoh masyarakat diyakini tak akan muncul radikalisme maupun terorisme tersebut.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum DPP KB itu dalam diskusi Empat Pilar MPR RI bertema “Pancasila Sebagai Tameng Radikalisme dan Ekstremisme” bersama anggota MPR RI Fraksi NasDem, dan pengajar Fisipol UKI Jakarta, Sidratahta Mukhtar di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Senin (22/11/2021).

Lebih lanjut Gus Jazil – sapaan akrab Jazilul Fawaid mengatakan bahwa lahirnya Pancasila sebagai ideologi itu memang untuk melawan berbaga jenis ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam eksistensi NKRI. Menyadari bangsa ini dibangun atas dasar keragaman suku bangsa, bahasa, agama, etnis dan sebagainya.

Ancaman tersebut seperti ideologi yang dikembangkan oleh ISIS, HTI, FPI dan lain-lain yang kontra Pancasila. Karena itu pula kata Gus Jazil, maka lahir UU BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), UU No.5 tahun 2018 tentang terorisme, dan lain-lain. “Jadi, cinta tanah air itu harus menjadi bagian dari iman masyarakat. Sebab, tak ada terorisme yang tidak dimulai dengan radikalisme,” ujarnya.

Selain itu, jika sekarang nasionalisme atau cinta tanah air itu menurun di kalangan generasi muda, khususnya kalangan melenial, kata Gus Jazil, maka hal itu mesti menjadi koreksi bersama anak bangsa ini. Apalagi, radikalisme itu tak saja dalam bentuk ideologi, tapi berita hoaks, meretas situs kepolisian dengan pornografi, bandar narkoba menabrak aparat, dan lain-lain.

Oleh sebab itu menurut Gus Jazil, menghadapi radikalisme.itu dengan cinta tanah air. “Jika ini dipahami dengan baik oleh generasi melenial, saya yakin tak akan ada radikalisme dan terorisme, sekaligus menjadi tameng bagi Pancasila. Sebaliknya, jika cinta taanh air itu mulai runtuh, maka akan runtuhlah bangsa itu,” ungkapnya.

Yang pasti jika MUI kesusupan teroris, maka seharusnya MUI lebih selektif dalam mengakomodir pengurus. “MUI perlu lebih selektif saat menunjuk pengurus maupun menerima anggota. Kita tidak ingin hal yang sama ini terulang di kemudian hari,” kata dia menyarankan.

Gus Jazilul mengingatkan semua pihak untuk lebih waspada dengan adanya dugaan jaringan teroris ‘menyusup’ ke lembaga-lembaga negara seperti Polri, TNI, hingga BUMN. Sebab banyak dugaan muncul kelompok JI ‘ditanamkan’ di lembaga-lembaga penyelenggara negara untuk mempengaruhi kebijakan dengan cara merekrut ahli dan profesional.

“Jadi, kami berharap dengan penangkapan terduga teroris tersebut, Densus 88 bisa menelusuri lebih jauh jejaring teroris di Indonesia, apakah jaringan terorisme sudah masuk ke kementerian dan lembaga negara, aparat TNI dan POLRI, BUMN, dan sebagainya sehingga kita bisa mengantisipasi serta melakukan pencegahan,” pungkas Gus Jazil.

Hal yang sama disampaikan oleh Syarief Abdullah Alkadrie, jika agama Islam itu mengajarkan cinta tanah air, cinta sesama manusia (hablum minannas) itu bagian dari iman. “Bukan menyintai sesama umat Islam saja, melainkan seluruh umat manusia. Sehingga ideologi Pancasila ini akan menjadi falsafah negara hingga akhir zaman,” tambahnya.

Sementara itu menurut Sidratahta Mukhtar, dengan semakin meningkatnya ancaman radikaliame terorisme di BUMN dan kementerian negara ini akibat terjadinya manipulasi sejarah bahwa kemerdekaan Indonesia ini diperoleh melalui jalan jihad fi sabilillah. “Mereka memanipulasi sejarah itu. Padahal, para ulama di Indonesia sudah sepakat Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Dimana ada 1300-an suku bangsa ini diikat dnegan Pancasila,” ungkapnya.

Karena itu, Sidratahta menyarankan MPR RI dan pemerintah membangun basis local wisdom untuk membangkitkan Kembali nasionalisme Pancasila tersebut. Sehingga bukan saja Densus 88, tapi seleuruh komponen masyarakat ikut menanggulangi terorisme ini. “Perlu sinergitas antara pemerintah dan MPR RI melalui kearifan lokal dalam menghadapi ancaman terorisme ini,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *