JAKARTA, REPORTER.ID – Kalangan DPR RI sepakat menolak wacana pembatasan usia caleg DPR RI, karena dimanapun tak ada yang namanya pembatasan usia maksimal tersebut. Sedangkan soal kinerja juga tidak tergantung pada usia orang, melainkan tergantung pada komitmennya terhadap kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
“Kinierja DPR ya untuk fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dan, yang bisa mengawasi – mengevaluasi kinerja anggota DPR RI itu partai. Jadi, pembatasan usia caleg itu sama sekali tidak relevan,” tegas Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa.
Hal itu disampaikan politisi NasDem itu pada dialektika demokrasi “Wacana Pembatasan Usia Maksimal Caleg untuk Efektivitas Kinerja Parlemen” bersama anggota Komisi II DPR RI (F-PDI Perjuangan) Arif Wibowo, Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, dan Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, di Gedung DPR RI, Saan Jakarta, Kamis (9/12/2021).
Lebih lanjut kata Saan, di Komisi II DPR pun belum ada wacana pembatasan usia caleg tersebut. Yang ada hanya usia minimum caleg, 21 tahun. Mengapa? “Jabatan DPR itu karena dipilih rakyat. Bukan diangkat seperti pejabat MK, MA, dan ASN lainnya, sehingga ada usia pensiun. Jadi, selama caleg itu dipilih rakyat, maka selama itu pula akan menjadi wakil rakyat. Dan, yang muda belum tentu produktif,” ujarnya.
Hal yang sama disampaikan Arif Wibowo, bahwa pembatasan usia caleg dan pembatasan periodesasi itu belum menemukan relevansinya, karena kinerja anggota DPR RI itu konteksnya bisa menjalankan tiga fungsi dewan; yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan. “Mau tua muda sama saja. Selama terpilih maka harus mencerminkan kehendak rakyat, bangsa dan negara. Kuasa DPR pun secara kolektif, berbeda dengan eksekutif,” tambahnya.
Saleh Daulay mengakui kalau pembatasan usia caleg itu memang tidak relevan. Karena kinerja di DPR itu akan dilihat dari kualitasnya. Nah, inilah kata dia, yang menjadi kewajiban partai untuk menyeleksi para caleg sebelum masuk ke DPR RI. “Berbeda dengan periodessi presiden, karena dikhawatirkan akan lahir otoritarianisme, dan kita punya pengalaman soal ini.
Titi Anggraini sepakat kalau pembatsan usia caleg itu tidak lazim, yang ada pembatasan periodesasi. Periodesasi ini perlu dikaji, mengingat Indonesia negara besar, populasi besar, dan multi partai. Sehingga dengan periodesisasi ini akan berpeluang terjadi kaderisasi. “Tanpa pembatasan ini maka yang muncul adalah politik dinasti dan oligarki. KPU bisa coba dengan PKPU agar caleg terpilih tak hanya andalkan modal dan popularitas,” ungkapnya.