JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua Baleg DPR RI FPPP Achmad Baidowi (Awiek) menilai tidak ada hal yang luar biasa ketika ada warga yang mengajukan gugatan Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK), pasca RUU tersebut disetujui pada Rapat Paripurna DPR RI, pada Selasa (18/1/2022) lalu. Menurutnya, warga memiliki jalur konstitusional yang diatur UU Nomor 24 tahun 2003 tentang MK, bahwa siapa pun yang tidak sepakat dengan norma dalam suatu undang-undang bisa menggugat atau mengajukan uji materi ke MK.
Dari uji materi tersebut kata Awiek, akan terlihat apakah UU IKN tersebut melanggar UUD 1945 (konstitusi) atau tidak. “Jadi bukan suatu yang luar biasa ya warga mengugat itu biasa saja. Tidak hanya UU IKN, tapi di UU lain pun ketika ada warga yang tidak sepakat maka jalurnya ke MK,” ungkap mantan anggota Pansus RUU IKN itu, Rabu (26/1/2022).
Meskipun demikian, Awiek menilai proses pembentukan UU IKN telah melalui prosedur yang benar. Yaitu, sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam UU Nomor 12 tahun 2011 juncto UU Nomor 15 tahun 2019 tentang Peraturan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. “Jadi tidak ada yang kami lewati satu pun,” ujarnya.
Awiek meyakini hal tersebut, mengingat selama Rapat Pansus dan Rapat Panja RUU IKN telah dilakukan terbuka dan melibatkan partisipasi publik. Padahal, menurutnya, tidak banyak rapat panja di DPR RI yang dilakukan secara terbuka. Karena berdasar Tatib DPR RI, rapat panja itu dilakukan secara tertutup dan bisa terbuka atas persetujuan forum. “Nah, Rapat Pansus RUU IKN dan Panja RUU IKN memutuskan pembahasan di tingkat panja dilakukan secara terbuka, bisa dipantau oleh publik,” tambahnya.
Selain itu, ia meyakini bahwa terkait uji publik tidak perlu dilakukan terhadap seluruh masyarakat Indonesia. Tapi, cukup kepada simpul-simpul publik yang berkaitan dengannya. Yaitu melakukan pertemuan dengan para akademisi perguruan tinggi di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. “Kita juga mengundang para pakar ekonomi, pertanahan, tata kota, hukum tata negara, semuanya diundang untuk didengarkan,” ungkapnya.
Menurut Awiek, Panja RUU IKN juga telah menerima aspirasi dari masyarakat Kalimantan Timur saat berkunjung ke Jakarta. Bahkan, saat meninjau lokasi tempat IKN di Penajam Paser Utara, ia mengakui Panja RUU IKN telah berdiskusi dengan sekitar 100 elemen masyarakat di Kaltim. “Termasuk juga stakeholder dari Pemerintah Kota Balikpapan, Pemkab Penajam Paser Utara, Pemkab Kutai kartanegara, dan Pemprov Kaltim,” jelas Awiek.
Menanggapi cepatnya pembahasan RUU IKN yang hanya 43 hari, menurut Awiek, tidak ada aturan yang melarang hal tersebut. Dalam UU Peraturan Pembentukan Perundang-undangan tidak ada ketentuan batas minimal dan maksimal berapa lama seharusnya setiap UU dibahas. “Tidak ada ketentuan UU itu harus dibahas setahun, lima tahun, seminggu, tidak ada ketentuan yang atur itu. Bahkan ada UU yang lebih cepat juga lebih banyak,” pungkas anggota Komisi VI DPR RI itu.