JAKARTA, REPORTER.ID – Setelah DPR RI menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dari pemerintah, maka DPR RI siap membahas dan secepatnya menyelesaikan RUU TPKS yang ditunggu-tunggu masyarakat.
“Ketua DPR RI Puan Maharani sendiri sudah berpesan agar anggota fraksi PDIP di DPR aktif membahas dan menuntaskan RUU TPKS ini, mengingat tindak kekerasan seksual makin banyak memakan korban,” tegas anggota DPR RI Riezky Aprilia.
Hal itu disampaikan anggota Fraksi PDIP itu dalam forum legislasi “DPR Segera Ketuk Palu RUU TPKS?” bersama Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Bahkan lanjut Riezky, jika DPR menekankan pada upaya pencegahan, perlindungan dan pemulihan korban TPKS. “Selama ini UU yang ada selalu menekankan pada pemidanaannya. Sedangkan kurang pada pencegahan dan apalagi pemulihan bagi korban,” ujarnya.
Korban pun menurut Riezky, banyak yang merasa malu, menganggap sebagai aib, masih ewuh-pakewud dengan tradisi, adat, budaya dan sebagainya sehingga banyak yang lapor ke polisi. “Makanya, setiap diksi, istilah kata dan bahasa itu harus benar-benar diperhatikan serius, karena berkonsekuensi hukum, sanksi pidananya,” jelasnya.
Padahal kata Riezky, TPKS ini sebagai kejahatan exstra ordenary crime. Hanya masalahnya kadang harus berhadapan adat, budaya, tradisi dan sebagainya, sehingga sulit diterapkan di masyarakat. Alhasil, sulit juga menunjukkan bukti-bukti, yang diwajibkan ada dua unsur bukti pidana dalam KUHP.
Sementara itu Andy Yentriyani mengatakan, DIM yang semula sebanyak 15 DIM, kini menjadi 5 DIM yang akan dibahas dan dirumuskan oleh DPR RI. “Kini TPKS itu meningkat 72 persen. Korbannya mayoritas perempuan, ada yang lelaki, dan dilakukan di ruang personal, ada hubungan kekeluargaan, teman dan sebagainya,” katanya.
Yang aneh lagi dalam Permendikbudristek 2022 terkait sama-sama suka di kampus, ini mendapat perhatian serius Komnas Perempuan. Mengapa? “Karena ada relasi kuasa antara dosen dengan mahasiswi, dimana tak mungkin menolak terkait nilai, maka Komnas Perempuan menolak Permendikbudristek itu,” ungkapnya.
Lima DIM tersebut meliputi aspek tindak pidana, sanksi dan tindakan, hukum acara pidana, hak-hak korban, pencegahan, pengawasan serta pengawasan. Terkait elemen tindak pidana, Komnas Perempuan mendukung usulan pemerintah untuk penyempurnaan dengan penambahan dua tindak pidana.
“Yaitu, tindak pidana pemaksaan perkawinan dan tindak pidana perbudakan seksual. Juga perluasan alat bukti dan mengatur bahwa keterangan satu saksi (korban) cukup sebagai alat bukti keterangan saksi dan ditambah alat bukti lainnya untuk membuktikan kesalahan pelaku TPKS,” kata Andy.