Kebijakan Masyair Arab Saudi yang Bebani Biaya Ibadah Haji Berlaku untuk Seluruh Dunia

oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Kebijakan baru Arab Saudi yang disebut sebagai masyair (Arafah, Muzdalifah dan Mina/Armuzna) tidak bisa ditawar-tawar lagi dan berlaku untuk seluruh dunia. Padahal, kebiajakan inilah yang membuat biaya pelaksanaan ibadah haji (BPIH) untuk 105 ribu calon jemaah haji Indonesia, mengharuskan tambahan biaya sebesar Rp1,5 triliun yang ditanggung oleh BPKH (Badan Pengelolaan Keuangan Haji).

“Mengingat pemberangkatan haji mulai 4 Juni 2022 ini, maka kebijakan Arab Saudi itu harus cepat diputuskan dan tidak dibebankan pada jemaah. Itu pun berlaku untuk seluruh jemaah haji di seluruh dunia,” tegas Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI FPKB H. Marwan Dasopang.

Hal itu disampaikan Marwan Dasopang dalam dialektika demokrasi “Perispan Pemberangkatan Haji 2022” bersama Ketua Rabithah Haji Indonesia, H. Ade Marfuddin di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (2/6/2022).

Diakui poltisi PKB tersebut, jika proses pelaksanaan ibadah haji tahun 2022 ini cukup rumit. Kenapa? Misalnya, pandemi yang belum menjadi endemi, sehingga secara teknis merepotkan calon jemaah haji. Bagi mereka yang berusia di atas 65 tahun pun akhirnya tak bisa berangkat dan persoalan teknis lainnya.

“Bahkan keputusan kuota 105 ribu jemaah itu, diputuskan ketika waktunya sudah mepet, jelang keberangkatan. Transportasi pesawat plus avtur dari Indoensia ke Arab Saudi dan bus di Mekkah – Medinah sekarang juga ditangani oleh muassasah, syarikah, atau PT, sehingga PT ini harus memperoleh semacam fee. Itu antara lain perubahan manajemen yang terjadi di Arab Saudi,” ujarnya.

Fee yang harus dibayar tersebut kata Marwan 4300 real atau sekitar Rp20 juta untuk satu orang. Sementara 105 calon jemaah haji tersebut harus diberangkatkan, maka Komisi VIII DPR pun memutuskan tambahan itu ditanggung BPKH.

Karena itu kata Dasopang, mesti ada revisi UU haji terkait BPKH ini. Sebab, jika merujuk visi Arab Saudi 2040 banyak kebijakan yang akan terjadi di masa-masa mendatang. “Jadi, harus ada pasal-pasal yang dibuat untuk mengantisipasi itu. Baik UU 34 mengenai BPKH, UU No. 18 tentang haji dan lain-lain. Sebab, jika jemaah haji kita mencapai 300 ribu jemaah, maka dibutuhkan tambahan sekitar Rp12 triliun,” ungkapnya.

Dengan demikian biaya ibadah haji yang harus dibayar Rp90 jutaan, dan yang dibebankan pada jemaah Rp40 juta, sedangkan yang Rp50juta ditanggung BPKH. “Ini juga masih terjadi perdeban terkait istithoah – kemampuan seseorang dalam melaksanakan ibadah haji,” pungkas Marwan.

Ade Marfuddin menilai apapun yang terjadi dengan pemberangkatan ibadah haji tahun ini semua harus bersyukur. Meski biayanya sampai Rp90juta dan jemaah haji hanya membayar Rp40 juta, karena ditanggung BPKH. Ditambah lagi pengetatan prokes, sehingga yang berusia di atas 65 tahun tak bisa berangkat.

Menyinggung revisi Undang-undang No. 34 tentang BPKH, menurutnya, harus melibatkan masyarakat secara luas dan membahasnya secara detil. “Harapan saya uang umat itu harus dikelola dengan baik. Misalnya kenapa harus membayar Rp35 juta, tahun 2020 Rp30 juta, dan tahun 2022 ini baiayanya Rp39,8 juta? Tapi, jemaah haji membayar Rp35 juta. Berarti sisanya dibayarkan dari dana optimalisasi BPKH,” ungkapnya.