JAKARTA,REPORTER.ID – Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait penundaan pemilu jelas melawan konstitusi, dan putusan itu tidak bisa dieksekusi, karena bukan merupakan kewenangannya. Seharusnya sengketa pemilu itu diselesaikan di Bawaslu RI.
“Gugatan Partai Prima itu clear ingin ikut pemilu 2014, bukan penundaan pemilu 2025. PN Jakpus juga tidak berwenang memutuskan sengketa pemilu itu. Apalagi keputusannya melawan konstitusi. Yang jadi masalah, kita mesti mewaspadai upaya penundaan pemilu tersebut,” tegas Taufik Basari.
Hal itu disampaikan Ketua Fraksi MPR RI NasDem itu dalam diskusi Empat Pilar MPR RI ”Memaknai Konstitusi Dalam Sistem Peradilan Pemilu” bersama Habiburokhman (Wakil Ketua Fraksi Gerindra MPR RI), Refly Harun (Pakar Hukum Tata Negara), dan Agus Jabo Priyono (Ketua Umum Partai Prima) di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (8/3).
Menurut Tobas – sapaan akrabnya itu perdata, dan perdata itu hanya mengikat untuk beberapa pihak saja, tapi kalau melanggar perintah konstitusi dan menjadi putusan PN ini tak bisa diekseksusi. “KPU harusnya bilang tak bisa dieksekusi,” jelasnya.
Habiburrokhman menilai apapun putusan hukum PN Jakpus tersebut harus dilawan dengan hukum, yaitu banding. “Jadi, KPU harus banding. Semua pakar hukum harus mendukung ini,” ungkapnya.
Hal yang sama disampaikan Refly Harun jika PN Jakpus itu tidak berwenang dan putusannya melawan konstitusi, dimana pemilu itu harus dilaksanakan lima tahunan. “Harusnya PN Jakpus tak bisa terima tangani sengketa pemilu, dan atau ada pihak lain yang mengintervensi?” tanya dia.
Agus sendiri mengakui jika pihaknya bertujuan agar Partainya ikut pemilu 2024, bukan minta tunda pemilu. Hanya saja dia mengakui kalau ada petitum penundaan pemilu 2 tahun, 4 bulan dan 7 hari. “Ke PN Jakpus setelah kami menempuh proses hukum ke Bawaslu, PTUN, tapi tertutup. Sedangkan MA masih proses. Kami tak minta tunda pemilu,” katanya.