Kata Fahri Hamzah, Rakyat Tak Melihat Manfaat dari Koalisi Maupun Capres Sekarang

oleh
oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Manuver politik yang dilakukan para elite partai maupun calon presiden (Capres) yang telah dideklarasikan oleh partai yang tergabung dalam koalisi masih bisa berubah, mengingat waktu pemilihan masih cukup lama.

Hal Ini ditegaskan Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah kepada wartawan di Jakarta, Minggu (18/6/2023), menyoroti manuver sejumlah elite partai politik koalisi, termasuk capres yang diusungnya.

Fahri menyatakan, jadi tidaknya sebuah koalisi atau seseorang di calonkan sebagai calon-calon presiden pada Pilpres 2024, waktunya masih cukup lama. Karena pendaftaran, baru dibuka Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU), pada tanggal 19 Oktober, dan calon presiden diumumkan tanggal 25 November 2023.

“Pemilu masih jauh. Kita masih punya waktu 5 bulan lagi. Terlalu panjang waktu dan terlalu mungkin semuanya berubah,” katanya lagi.

Wakil Ketua DPR RI Periode 2013-2019 ini juga mengatakan, di masa lalu (pemilu yang sudah-sudah) saja, calon-calon itu baru muncul last menit, dan bahkan dalam hitungan 1×24 jam. Artinya, pertemuan-pertemuan ini sebenarnya, sekali lagi hanya drama yang oleh rakyat sendiri tidak kelihatan manfaatnya.

“Kecuali pertemuan itu dalam rangka perdebatan, yang substansial tentang misalnya dalam rangka membuka platform koalisi ke depan. Bahwa kalau calon ini berkuasa akan melakukan ini…, itu. Tapi kalau partai ini berkoalisi dengan partai ini, maka hal-hal ini yang akan dilakukan. Itu sama sekali tidak ada,” sebutnya.

Namun koalisi yang ada saat ini,  menurut Caleg Partai Gelora dari daerah pemilihan NTB I ini, hanya drama untuk memancing pemberitaan, yang konteksnya hanya sekedar pertemuan saja. Sementara publik sebetulnya ingin tahu, apakah ada efek pada kebijakan negara di masa yang akan datang.

“Tapi ujungnya nanti -momennya 75 hari kampanye, ya berarti pertemuan-pertemuan ini kan hanya menjadi drama. Karena sekali lagi, tdak ada problem dalam aturan pemilu presiden menggunakan PT 20 persn,” kata Fahri.

Terakhir, Fahri mengingatkan para elit dan pemimpin Indonesia harus sadar bahwa pemilu bagi rakyat adalah tentang memilih pemimpin dengan berbagai latar pemikiran dan janji-janjinya dan track record nya bagi akan datang. Sehingga tdak hanya sekedar basa basi, tak bermakna bagi kepentingan rakyat, untuk mengetahui siapa pemimpinnya yang sebenarnya.

“Apa yang dia (calon pemimpin) pikirkan, mau dibawa kemana bangsa ini?  Hal-hal itu tidak boleh ditutupi hanya sekedar basa basi seperti yang terjadi selama ini,” demikian penegasan Fahri Hamzah. ***